Jin dan Kehidupannya Bagian 7 (Hubungan Jin Dengan Manusia)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Jin Takut Kepada Manusia
Umumnya
yang beredar di khalayak ramai adalah rasa takut terhadap jin dan segan
menyebut-nyebut tentangnya. Padahal jin itu juga takut terhadap manusia. Pada
pembahasan sebelumnya kami juga telah mengatakan bahwa jin itu juga takut
kepada manusia. Ibnu Abid Dunya meriwayatkan bahwa Mujahid pernah berkata,
“Pada suatu malam, ketika saya sedang melakukan shalat, tiba-tiba sesosok
makhluk yang mirip anak kecil berdiri di hadapan saya.” Dia berkata, “Saya pun
mendekatinya untuk menangkapnya, tetapi dia segera meloncat ke belakang tembok,
hingga saya mendengarkan suara loncatannya. Dan setelah itu, dia tidak pernah
datang lagi.”
Jin Merasa Dengki Kepada Manusia
Ibnul Qayyim berkata, “Ada
dua jenis mata, mata manusia dan mata jin. Dalam sebuah hadits shahih riwayat
Ummu Salamah Radhiyallahu Anha bercerita Rasulullah ﷺ pernah
melihat seorang budak perempuan yang wajahnya terdapat warna kuning (suf’ah),
yang berada di dalam rumahnya (Ummu Salamah). Maka beliau bersabda, “Bacalah
ruqyah untuk sarana perlindungan diri darinya, karena dia memiliki pandangan.”
Husein bin Masud Al-Fara’
berkata, “Maksud dari suf’ah adalah pandangan yang datang dari jin.”
Imam Tirmidzi meriwayatkan
sebuah hadits yang dianggap hasan oleh Nasa’i dari Abu Said Al-Khudri
Radhiyallahu Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah berlindung dari bangsa jin dan
pandangan manusia, sampai diturunkannya surah Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan
An-Nas). Maka beliau pun meninggalkan bacaan yang lain.
Maka jelaslah bagi kita
bahwa bangsa jin terkadang merasa dengki kepada manusia. Apakah ini merupakan
sifat warisan dari nenek moyang mereka yaitu Iblis?! Allahu A’lam.
Hukum Meminta Perlindungan Kepada Jin
Di dalam surat Al-Jin ayat
6, Allah menceritakan tentang manusia yang meminta perlindungan kepada bangsa
jin. Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya, kami beranggapan bahwa kami mempunyai
kelebihan di atas manusia; karena ketika turun ke suatu lembah atau tempat
angker atau yang sejenisnya, mereka meminta perlindungan kepada kami."
Sebagaimana kebiasaan
bangsa Arab di masa jahiliyah, mereka meminta perlindungan kepada penguasa
(dari kalangan jin) tempat itu supaya tidak berbuat jahat kepada mereka,
sebagaimana halnya ketika salah seorang dari mereka memasuki negeri musuhnya
dengan pengawalan ketat dari para serdadunya. Tatkala jin melihat bahwa manusia
meminta perlindungan kepada mereka dikarenakan takut, jin-jin tersebut semakin
membuat mereka merasa semakin takut, segan, ngeri dan waswas, sehingga mereka
menjadi manusia yang paling takut dan sering meminta perlindungan kepadanya.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Qatadah, “Maka jin-jin menambah dosa dan
kesalahan bagi mereka, sehingga jin semakin berani kepada mereka.”
As-Suddi berkata,
“Seseorang bepergian dengan keluarganya, dia sampai pada suatu tempat, dan dia
mampir di situ, lalu dia berkata, ‘Saya berlindung kepada penguasa lembah ini
dari kalangan jin, supaya saya, harta, anak atau binatang ternak saya tidak diganggu.’
Menanggapi hal ini Qatadah berkata, ‘Jika manusia meminta perlindungan kepada
selain Allah, niscaya jin akan menambah dosa dan kesalahan mereka’.”
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Sebenarnya bangsa jin takut kepada
manusia, sebagaimana manusia takut - bahkan lebih takut - kepada mereka.”
Apabila manusia berhenti
pada sebuah lembah, sebenarnya para jin kabur. Tetapi kemudian pemimpin mereka
(manusia) berkata, “Kami berlindung kepada penguasa lembah ini.” Maka jin
mendengarnya dan berkata, “Sepertinya, mereka takut kepada kita, sebagaimana
kita takut kepada mereka.” Akhirnya, jin-jin ini mendekati mereka, dan
menimpakan kegilaan dan kedunguan kepada mereka (kesurupan).
Hukum Meminta Pertolongan Kepada Jin
Dasar terapi yang
dilakukan para dukun dan tukang sihir adalah meminta pertolongan kepada jin dan
setan, dan ini adalah perbuatan syirik karena hal itu termasuk meminta
pertolongan kepada selain Allah. Sedangkan yang lebih parah dari itu, bahwa
setan-setan itu tidak akan membantu seorang tukang sihir dan dukun, baik dengan
perkataan maupun dengan perbuatan, hingga dia kafir kepada Allah. Semakin
seseorang dekat dengan tukang sihir dan dukun, dia pun semakin bertambah
durhaka kepada Allah. Maka, setan-setan pun semakin bertambah dekat dan patuh
kepadanya.
Syaikh Wahid Abdussalam
Bali bercerita bahwa ketika beliau masih kecil dulu sering mendengar bahwa
seorang tukang sihir yang terkenal tidak akan bisa mempraktikkan sihirnya
sampai dia menempelkan ayat-ayat Al-Qur’an di bawah kedua kakinya, lalu masuk
WC dengannya. Karena itu, setan selalu menolongnya dan mendatangkan sesuatu ke
dalam rumahnya.
Beliau (Syaikh Wahid) juga
berkata bahwa hal itu merupakan kekafiran secara terang-terangan dan sudah
diketahui, bahkan oleh tukang sihir itu sendiri. Tetapi yang menyedihkan
adalah, banyak di kalangan tukang sihir yang kafir kepada Allah, tetapi dia
tidak mengetahuinya. Kebanyakan, bahkan semua mantra yang mereka ucapkan dan
jimat-jimat yang mereka tuliskan adalah syirik dan kufur secara terang-terangan.
Semua ini dituliskan dengan huruf-huruf yang tidak dapat dipahami, terkadang
mereka memasukkan penggalan ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam mantra atau jimat ini.
Sehingga orang-orang bodoh beranggapan bahwa mereka mengamalkan Al-Qur’an. Saya
(Syaikh Wahid) sering melihat bentuk jimat-jimat ini, dan tidak ada satu jimat
pun yang terbebas dari unsur syirik. Maksudnya, seorang tukang sihir yang
mengucapkan mantra-mantra ini berarti telah kafir, meskipun dia tidak
mengetahui bahwa ini adalah perbuatan kekafiran. Bisa jadi Anda melihatnya
melakukan shalat dan berpuasa, padahal dia adalah seorang musyrik dan kafir –
kita berlindung kepada Allah dari hal ini – dan inilah kerugian dalam agama dan
dunianya. Sesungguhnya ini merupakan kerugian yang sangat nyata.
Al-Bukhari dan An-Nasa’i mentakhrij
dari Ibnu Mas’ud tentang manusia yang sampai pada taraf menyembah jin, dia
berkata, “Ada beberapa orang menyembah beberapa jin. Kemudian jin-jin itu masuk
Islam dan manusia tetap menyembah mereka. Maka Allah menurunkan ayat,
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb
mereka.” (Al-Isra’ ayat 57).
Bagaimana Manusia Memanfaatkan Jin???
Menurut Dr. Ibrahim Kamal
Adam, sebagian ayat Al-Qur’an Al-Karim memberi isyarat bahwa manusia terkadang
memanfaatkan jin untuk memenuhi (melaksanakan) sebagian tugas dan pekerjaan,
sebagaimana ditegaskan dalam hadits-hadits Rasulullah ﷺ. Akan
tetapi, bagaimanakah terjadinya penundukan jin itu untuk manusia?
Asy-Syibli mengatakan,
“Manusia itu jika telah rusak jiwa atau wataknya, maka ia akan selalu
menginginkan apa yang bisa membahayakannya, ia mendambakan sesuatu yang bisa
merusak akal, agama, akhlak, badan, dan hartanya, sedangkan setan sendiri
adalah makhluk buruk (jahat) jika ada manusia yang menyukai azimat,
sumpah-sumpah, dan menulis buku-buku sihir, dan yang semisal dengan itu dari
perkara-perkara yang dicintai oleh setan berupa kekufuran dan kesyirikan, maka
itu semua ibarat suap yang dibayar manusia untuk mereka sehingga setan itu akan
memenuhi sebagian. Contohnya seperti orang yang mengupah pembunuh bayaran untuk
membunuh orang yang ia inginkan atau seperti mengupah orang untuk membantunya
melakukan kekejian, atau seperti seseorang yang mengupah pelacur untuk melakukan
perbuatan nista dengannya. Oleh karena itu, mereka banyak menulis dengan
disertai kalamullah (ayat-ayat Al-Qur’an) dengan sesuatu yang najis. Terkadang
dengan membalik huruf pada firman Allah seperti dalam menuliskan surat
Al-Ikhlas ayat 1 atau lainnya dengan benda najis, baik itu darah atau lainnya,
atau dengan sesuatu yang tidak najis. Mereka menulis apa saja yang membuat
setan ridha, atau mereka berkata-kata yang jika mereka katakan atau tuliskan,
setan akan senang dan ridha padanya kemudian menolongnya dalam beberapa
urusannya seperti menyelam ke air, atau supaya mengajaknya terbang keliling ke
beberapa tempat, atau agar setan memberinya uang yang dia ambil dari manusia
seperti harta yang dicuri setan dari para pengkhianat (seperti koruptor) atau harta
yang tidak disebutkan nama Allah atau lainnya.”
Allah telah menundukkan
jin dan setan untuk Nabi Sulaiman Alaihissalam sehingga beliau bisa
memerintahkan mereka dalam melakukan tugas-tugas untuk beliau, sementara yang
membangkang terhadap perintah beliau akan dipenjarakan dan disiksa. Allah yang
menolong dan melindungi Nabi Sulaiman sehingga para jin dan setan itu tidak
berbahaya bagi beliau dan hal ini merupakan pengkhususan dan anugerah dari
Allah bagi beliau yang tidak diberikan kepada siapa pun setelahnya. Penguasaan
dan penundukan ini merupakan sebagai pemuliaan serta pengabulan terhadap doa
Nabi Sulaiman yang Allah abadikan dalam surat Shad ayat 35 yang artinya: “dia
berkata, ’Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang
tidak dimiliki siapapun setelahku. Sungguh, Engkaulah yang Maha Pemberi.”
Karena doa ini juga yang menyebabkan Nabi kita, Muhammad ﷺ, mengurungkan
niatnya untuk mengikat jin yang datang membawa api kepada beliau saat shalat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.
Para dukun memanfaatkan
jasa jin dalam berbagai hal terutama dalam upaya menyingkap ilmu gaib dan
mencuri kabar dari langit, hanya saja setelah Rasulullah ﷺ diutus,
langit dijaga ketat dan para setan yang mencuri dengar berita-berita langit
akan dilempari dengan bintang (meteor) oleh malaikat-malaikat penjaga yang
biasa kita kenal dengan bintang jatuh. Oleh karena itu, terkadang apa yang
disampaikan oleh para dukun itu benar tapi satu kebenaran dibungkus oleh seribu
kebohongan artinya lebih banyak kebohongannya karena apa yang di dengar oleh
para setan itu tidak lengkap sehingga kabar itu mereka tambah-tambahin sendiri.
Tapi kebanyakan manusia ketika mendengar satu kebenaran yang disampaikan oleh
para dukun itu mereka akhirnya percaya walaupun setelahnya yang disampaikan
adalah kebohongan demi kebohongan alias tidak ada lagi yang benar. Inilah salah
satu perangkap setan.
Kami pun sering menjumpai
hal ini dimana seorang dukun atau tukang ramal ketika menyampaikan suatu berita
dan ternyata apa yang diucapkannya benar terjadi sehingga manusia menjadi semakin
percaya kepadanya walaupun kata-kata yang dukun atau tukang ramal itu ucapkan
selanjutnya banyak tidak benarnya, tidak terbukti alias banyak kebohongannya
tapi mereka tetap berpegang pada satu kebenaran yang pernah mereka dengar dan
saksikan itu dan seakan menutup mata dan mengabaikan banyaknya ucapan-ucapan
dukun atau tukang ramal itu yang tidak terbukti lagi selanjutnya alias hanya
kebohongan belaka. Hanya dengan satu ucapan yang kebetulan Allah kehendaki
benar itulah sehingga sang dukun atau tukang ramal itu menjadi terkenal dan
direkomendasikan kepada banyak manusia dibantu oleh media-media dan setan-setan
dari golongan manusia untuk melariskan dagangan kebohongannya demi mendapatkan
harta dan perhatian dari manusia sehingga mereka mulai mempercayai semua
kata-kata yang disampaikan oleh sang dukun atau tukang ramal tersebut walaupun
banyak dari ucapannya yang tidak terbukti lagi alias hanya kebohongan belaka.
Siapa yang tertipu? Bahkan sang dukun atau tukang ramal itu tidak tahu kapan
ajalnya tiba padahal dia mengaku mengetahui hal-hal gaib dan perkara-perkara
yang akan datang. Mengapa para dukun dan tukang ramal itu tidak mengetahui
kapan kematiannya sendiri akan tiba dan mengapa dia tidak bertanya pada
setan-setan pembantunya agar mencari tahu tentang berita ini????? Atau mengapa
dia tidak ingin tahu apakah dia kelak termasuk penghuni neraka ataukah surga?
Bukankah ini hal yang paling penting bagi seorang mukmin?
Oleh karena itu, bertanya kepada jin dan membenarkan semua yang ia beritakan
serta pengagungan terhadapnya (jin yang ditanya) semuanya termasuk perbuatan
yang diharamkan. Adapun bertanya kepadanya (dukun, paranormal atau
sejenisnya) dengan maksud ingin menguji dan menguak jati dirinya/serta ia (si
penanya) memiliki bekal (ilmu atau cara) yang bisa membedakan antara kedustaan
dan kejujuran, maka hal ini dibolehkan.
Beliau juga (Dr. Ibrahim
Kamal Adam) berpendapat bahwa berhubungan dengan alam gaib ini merupkan perkara
yang sangat dibenci (sangat makruh) tidak akan mendatangkan kebaikan,
sebaliknya menjauhinya lebih menjamin keselamatan agama seseorang karena
biasanya jin yang hadir adalah jin-jin kafir atau fasik. Yang demikian itu
dikarenakan jin mukmin tidak akan mau menerima panggilan atau mau dimanfaatkan
dengan ganti persembahan atau ritual ibadah yang dikhususkan untuknya dari
mereka yang ingin menghadirkan jin, dari kalangan dukun atau tukang sihir yang
najis. Hal ini dikarenakan jin mukmin memiliki kemuliaan diri (harga diri), ia
akan menolak kehinaan sebagaimana manusia yang beriman tidak ingin
kehinaan. Sementara itu, jin-jin yang
mau hadir (memenuhi undangan dukun atau tukang shir) – sekalipun mereka mengaku
mukmin, bertakwa, dan suci – sesungguhnya mereka menampakkan hal itu dilakukan
untuk menjaring dan menjebak orang-orang Islam yang jahil.
Hukum Menyembelih Untuk Jin dan Memakan Sembelihannya
Menurut Syaikh Wahid
Abdussalam Bali, para ulama sepakat bahwa menyembelih untuk jin hukumnya adalah
haram, bahkan ini adalah perbuatan syirik; karena ini adalah sembelihan yang
diperuntukkan kepada selain Allah. Seorang muslim tidak boleh memakan
sembelihan tersebut apalagi melakukannya. Meskipun demikian, masih banyak
orang-orang dungu dan bodoh pada setiap masa dan tempat yang melakukan perbuatan
kotor dan hina ini.
Imam Yahya bin Yahya
berkata, “Wahab berkata kepada saya, ‘Sebagian khalifah memerintahkan untuk
menggali sebuah mata air untuk dialirkan bagi penduduknya, kemudian dia
menyembelih binatang untuk para jin agar jin-jin itu tidak mengeruhkan airnya. Lalu
dia memberi makan kepada orang-orang dengan daging sembelihan itu. Ketika hal
itu terdengar oleh Ibnu Syihab, maka dia berkata, “Sesungguhnya dia telah
melakukan sembelihan yang tidak halal baginya, juga memberikan kepada
orang-orang dengan sesuatu yang tidak halal bagi mereka. Rasulullah ﷺ melarang untuk memakan sembelihan yang diperuntukkan
kepada jin.”
Al-Allamah Syamsuddin
berkata, “Perbuatan ini bisa disamakan dengan adat mereka sebelum Islam; yaitu
menghiasi hamba sahaya perempuan yang cantik dan memakaikan pakaian yang paling
indah padanya, lalu melemparkannya ke dalam sungai Nil agar airnya kembali
mengalir. Kemudian Allah menghapuskan adat jahiliyat itu melalui tangan orang
yang ditakuti para jin, dia adalah Al-Faruq Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu
yang telah menghancurkan adat hina ini. Begitulah, seandainya yang menggali mata
air ini dan yang lainnya adalah lelaki seperti Umar, niscaya setan akan
menyingkir darinya dan air akan mengalir, meskipun mereka tidak rela. Dan tidak
perlu menyembelih satu sembelihan pun, meski hanya seekor burung, atau yang
lebih kecil darinya. Tetapi pada setiap masa ada pahlawannya.”
Hingga saat ini,
penyembelihan yang diperuntukkan kepada jin ini masih dilakukan oleh para dukun
dan tukang sihir yang berhubungan dengan jin.
Maka tidak heran jika kita
masih sering melihat orang-orang bodoh yang pergi kepada tukang-tukang sihir untuk
mendapatkan sihir atau mengobati orang yang kesurupan atau hal-hal yang serupa.
Para tukang sihir tersebut meminta kepada mereka untuk menyediakan hewan dengan
ciri-ciri tertentu, lalu mereka menyembelihnya dan melumuri orang yang sakit
dengan darahnya kemudian tukang-tukang sihir itu menyuruh mereka melempar hewan
tersebut ke dalam sumur dengan tidak menyebut nama Allah atau menguburkan hewan
sembelihan tersebut di tempat-tempat tertentu. Beginilah praktik penyembelihan
(untuk jin) yang terlarang itu, meskipun si penyembelih tidak menyebutkan nama
jin, karena setiap amal tergantung kepada niatnya.
Orang yang menyembelih
selain nama Allah adalah orang yang terlaknat. Di dalam shahih Muslim
disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu
Anhu, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya: “Allah melaknat
orang yang menyembelih untuk selain Allah.”
Martabat Jin Lebih Rendah dan Lebih Hina Daripada Manusia
Syaikh Abu Bakar Al-Jaza’iri berkata, “Sesungguhnya derajat dan martabat jin – meskipun dari kalangan jin yang shalih – lebih rendah dan lebih hina daripada manusia. Karena Allah Sang pencipta telah menetapkan dan menyatakannya kemuliaan manusia di dalam firman-Nya dalam Surat Al-Isra’ ayat 70." Pemuliaan seperti ini belum pernah dinyatakan kepada bangsa jin; baik di dalam salah satu kitab Allah, maupun melalui lisan salah seorang rasul-Nya. Dengan begitu, jelaslah bahwa derajat dan martabat manusia lebih tinggi daripada jin.
Yang menunjukkan hal itu
adalah perasaan jin bahwa mereka mempunyai kekurangan dan kelemahan
dibandingkan manusia. Sedangkan ini semua diperkuat dengan adanya fakta bahwa
para jin merasa dihormati dan dimuliakan tatkala manusia meminta perlindungan
kepada mereka, karena dengan hal tersebut berarti manusia mengagungkan dan
meninggikan derajat para jin, padahal sebenarnya mereka tidaklah demikian. Akhirnya
jin-jin tersebut semakin menyesatkan dan membuat manusia ingkar kepada Allah.
Di dalam surat Al-Jin ayat
6 Allah mengabarkan tentang keadaan manusia yang meminta perlindungan kepada
jin. Bukti dari hal itu adalah; jika ada manusia yang bertawassul (mengambil
perantara untuk menyampaikan kebutuhan) kepada mereka atau kepada nama-nama
para pembesar mereka, atau bersumpah dengan para leluhur mereka, maka para jin
itu akan mengabulkan permintaannya dan memenuhi kebutuhannya. Semua itu
disebabkan karena jin-jin tersebut merasa lemah dan hina di hadapan manusia
yang beriman kepada Allah dan beribadat kepada-Nya dengan mengesakan Dzat-Nya;
baik pada sisi uluhiyah, ibadah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Adapun manusia
yang musyrik dan kafir, mereka lebih hina dan lebih rendah dibandingkan dengan
jin-jin yang shalih.
Apakah Jin Menyakiti Manusia???
Syaikh Abu Bakar Al-Jaza’iri
berkata, “Sesungguhnya fakta yang menyatakan bahwa bangsa jin menyakiti manusia
tidak bisa dipungkiri berdasarkan tetapnya dalil dari Al-Qur’an maupun
As-Sunnah dan realita-realita yang pernah terjadi. Kalaulah bukan karena
tirai-tirai penghalang dari para malaikat yang diperintahkan Allah untuk
menjaga manusia, niscaya tidak ada seorang pun yang selamat dari gangguan jin
dan setan. Yang demikian itu karena manusia tidak dapat melihat mereka dan
bahwa adanya kemampuan mereka untuk berubah bentuk dalam waktu yang relatif
cepat, dan juga karena tubuh mereka yang halus dan lembut sehingga kita tidak
dapat merasakan dan menyentuhnya.”
Dari sini dapat diyakini
bahwa sebagian jin menyakiti (mendzalimi) manusia; apakah karena manusia itu
sendiri yang mulai mengganggu atau menyakiti mereka dengan menyiramkan air
panas kepada mereka atau mengencingi mereka, atau menempati tempat tinggal
mereka tanpa sadar sehingga mereka membalas dan menyakiti manusia. Atau karena
sebagian dari jin itu memang ingin menyakiti manusia, sehingga mereka pun
menyakiti manusia tanpa sebab apapun, sebagaimana hal itu juga terjadi antara
seorang manusia dengan saudaranya sesama manusia, entah karena sebab-sebab
khusus atau karena hanya ingin menyakiti saja. Hal ini dapat kita saksikan pada
kehidupan manusia yang rusak fitrah, lemah iman dan akalnya.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Terkadang gangguan jin kepada manusia disebabkan karena
syahwat, hawa nafsu dan rasa cintanya yang mendalam kepada orang yang
dirasukinya, sebagaimana yang terjadi pada manusia.”
Terkadang gangguan jin
juga terjadi karena kebencian dan balas dendam mereka. Ada juga jin yang bodoh
dan suka berbuat dzalim, sehingga mereka akan membalas perbuatan manusia dengan
balasan yang lebih keras dari yang tidak seharusnya diterimanya. Terkadang mereka
menyakiti manusia karena ingin bermain-main dengannya atau berbuat jahat
kepadanya sebagaimana yang terjadi di kalangan manusia. Setan dari kalangan
bangsa jin dapat mengganggu manusia juga salah satunya dengan malakukan sihir yang
bekerja sama dengan para tukang sihir dan para dukun untuk menyakiti manusia.
__ooOoo__
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah:
· Jin dapat mengganggu dan menyakiti manusia dengan
berbagai macam sebab seperti:
1. Jin lelaki mencintai seorang perempuan (manusia) atau jin
perempuan mencintai seorang lelaki.
a.
Kemarahan yang meluap-luap.
__ooOoo__
Baca selanjutnya Mengenal Seluk Beluk Setan dan Tipu Dayanya
2. Adham, Ibrahim Kamal. 2009. Kupas Tuntas Jin & Sihir. Jakarta: Darus Sunnah
3. Al-Asyqar, Umar Sulaiman. 2017. Rahasia Alam Malaikat, Jin dan Setan. Jakarta: Qisthi Press
4. As-Suyuthi, Imam. 2006. Jin. Jakarta: Darul Falah
5. Amri, Yasir dan Syahirul Alim Al-Adib. 2012. Sendiri Mengusir Gangguan Jin. Solo: Aqwam
6. Abdat, Abdul Hakim bin Amir. 2003. Alam Jin Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah (Bantahan terhadap buku: Dialog Dengan Jin Muslim). Jakarta: Darul Qolam.
7. Arifuddin. 2015. Ruqyah Syar'iyyah Tanpa Kesurupan Seri 1. Malang: YBM
8. Amin, Abul-Mundhir Khalil ibn Ibrahim. 2005. The Jinn and Human Sickness Remedies in the Light of the Qur'an and Sunnah. Riyadh: Darussalam.
9. Bali, Wahid Abdussalam. 2014. Ruqyah: Jin, Sihir & Terapinya. Jakarta: Ummul Qura.
10. ______________. 2005. Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i
11. bin Najar, Nashir bin Ahmad. 2016. Mengatasi Sihir dan Kesurupan Sesuai Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Solo: Thibbia
12. Philips, Abu Aminah Bilal. 2012. Ibn Taymiyah's Essay on The Jinn (Demons). IIPH
Komentar
Posting Komentar