Hikmah Diciptakannya Musibah dan Kepedihan

Gambar
Pinterest 🍫 (1). Melahirkan 'ubudiyyah (ibadah) pada saat kesulitan, yaitu berupa kesabaran. Allah berfirman: وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ".....Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al-Anbiyaa': 35) Terhadap ujian (dari Allah) yang berupa kegembiraan dan kebaikan, maka harus disikapi dengan syukur, sedangkan terhadap ujian berupa kesusahan dan keburukan, haruslah disikapi kesabaran. Semua ini tidak terjadi, kecuali bila Allah membalikkan keadaan atas para hamba, sehingga terlihatlah kejujuran pengabdian kepada Allah Ta'ala. Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Sunggu

Me - Dia Sosial dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental Anak-Anak dan Remaja

Siapakah dewasa ini yang tidak mengenal media sosial? Baik itu anak-anak, remaja maupun orang dewasa, kebanyakan dari mereka sudah tidak asing lagi dengan istilah me-dia sosial seperti FB, WA, Tik Tok, Instagram, Twitter dan sebagainya. Pernahkah Anda karena begitu asyiknya bersosial media sehingga lupa waktu? Sebagai hasilnya kita mungkin akan tertidur lebih lama dari biasanya. Itu hanya salah satu contoh dari dark side media sosial. Dibalik beragam manfaat yang ditawarkan oleh me-dia sosial ternyata tersimpan juga berbagai macam dampak negatif me-dia sosial terhadap diri kita terutama terhadap kesehatan mental. Sebenarnya banyak dampak negatif media sosial ini jika ditinjau dari berbagai sisi tapi di sini kita hanya akan memfokuskan pembahasan dampaknya terhadap kesehatan mental terutama terhadap anak-anak dan remaja. 

Source: Freepik.com

Menurut Wikipedia, anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah periode perkembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun sekolah dasar. 

Remaja merupakan sebuah fase pengembangan karakter yang ditandai dengan keingintahuan yang tinggi dan ketidakstabilan emosi. Masih menurut Wikipedia, Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa.

Sebelum kita membahas dampak negatif me-dia sosial terhadap kesehatan mental anak-anak dan remaja, kita akan membahas terlebih dahulu tentang definisi, jenis dan manfaat media sosial.

***

Pengertian Media Sosial

Apa itu media sosial? menurut Wikipedia, media sosial adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain yang para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein, mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content."

Menurut Merriam-webster, media sosial adalah sebuah bentuk komunikasi elektronik (seperti situs web untuk jejaring sosial dan microblogging) di mana pengguna membuat komunitas online untuk berbagi informasi, ide, pesan pribadi, dan konten lainnya (seperti video).

Menurut dictionary cambridge, media sosial adalah website dan program komputer yang memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dan berbagi informasi di internet menggunakan komputer atau ponsel. 

***

Jenis Media Sosial

Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial yang dapat dilihat sebagai berikut:

1.      Proyek Kolaborasi. Merupakan media sosial yang berbentuk website, dimana penggunanya diizinkan untuk mengubah, menambah, atau menghapus konten di dalam situs tersebut. Contohnya adalah Wikipedia, Medium, WordPress, dan lain sebagainya.

2.    Konten. Pengguna media sosial di dalamnya dapat berbagi konten seperti video, e-book, dan gambar. Contoh penerapannya adalah Tik Tok, Instagram, dan Youtube.

3.    Situs Jejaring Sosial. Merupakan sebuah aplikasi yang mengizinkan penggunanya untuk dapat terhubung dengan informasi pribadi yang telah dibuat. Informasi pribadi tersebut berupa postingan foto atau video, contoh platform-nya adalah Facebook dan Instagram.

4.    Blog dan Microblog. Aplikasi ini lebih dapat membuat pengguna bebas untuk mengekspresikan segala hal dalam sebuah blog yang berisi curahan hati (curhat) maupun sebuah kritikan. Contoh platform yang sering digunakan adalah Twitter dan Facebook.

5.     Game World Virtual. Merupakan sebuah dunia permainan berbasis virtual yang memungkinkan setiap player untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dalam bentuk avatar, selayaknya di dunia nyata. Contoh dari penerapannya adalah online game (daring).

6.    Social World Virtual. Merupakan sebuah dunia sosial berbasis virtual yang juga banyak diminati dengan menggunakan perangkat VR (Virtual Reality) yang dipasangkan di areal mata manusia. Perbedaannya dengan game world virtual terletak pada tujuan pengembangannya yang lebih ditekankan pada penyesuaian dengan dunia nyata (real life). Salah satu contohnya adalah second life.

***

Manfaat Media Sosial

Berdasarkan beberapa pengertian di atas tentang media sosial, secara garis besar dan secara umum kita sudah dapat memahami apa tujuan dan manfaat dari media sosial ini yaitu untuk memudahkan bagi manusia dalam hal bersosialisasi, berkomunikasi, dan sebagainya. Media sosial saat ini juga sudah banyak dijadikan sebagai ajang untuk menunjukkan bakat, minat dan karya seseorang yang tentu saja berkaitan dengan dunia bisnis, pekerjaan, pendapatan dan sejenisnya. Bahkan dalam dunia pendidikan pun, media sosial memiliki peran yang sangat besar dalam hal belajar dan pembelajaran terutama ketika masa pandemi covid-19 yang lalu. 

***

Pengertian Kesehatan Mental

Menurut WHO, Kesehatan mental didefinisikan sebagai suatu keadaan sejahtera di mana setiap individu mampu menyadari potensi dirinya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup secara normal, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat serta mampu untuk memberikan kontribusi kepada komunitasnya

Kesehatan mental merupakan bagian integral dan esensial dari kesehatan secara keseluruhan. Hal ini dapat didefinisikan dalam tiga hal:  ada tidaknya penyakit, suatu keadaan di mana organisme mampu berkinerja penuh sesuai dengan fungsinya, suatu keadaan keseimbangan antara lingkungan fisik dan sosial seseorang. Masing-masing dari ketiga definisi ini tergantung pada kebutuhan dasar mausia seperti makanan, tempat tinggal, kelangsungan hidup, perlindungan, masyarakat, dukungan dan kebebasan dari rasa sakit, bahaya lingkungan, stres dan dari berbagai macam eksploitasi.

Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat dikatakan bahwa kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera dan kemampuan untuk menyadari dan memanfaatkan potensi diri untuk hidup normal. Namun, ada banyak argumen dalam menemukan makna universal kesehatan mental ini. Misalnya, orang terbiasa mendengar 'kesehatan mental' sebagai eufemisme untuk 'penyakit mental.' Secara lebih rinci, persepsi masyarakat berbeda berdasarkan budaya, geografi, dan agama. Di beberapa masyarakat, istilah 'penyakit mental' diambil sebagai istilah negatif dan memalukan. Orang-orang mengejek pasien yang memiliki penyakit kejiwaan. Dalam situasi ini, orang yang menjadi korban menyembunyikan penyakitnya dari masyarakat atau karena takut diejek menggunakan istilah 'kesehatan mental' untuk menggambarkan 'penyakit mental.' Beberapa masyarakat menganggap 'kesehatan mental' sebagai istilah yang sopan dan positif daripada 'penyakit mental/kejiwaan.'  Sehingga dari sini, definisi dari kesehatan mental dan penyakit mental tidak dapat dibedakan.

Selanjutnya menurut World Health Organization (WHO) juga, kesehatan mental adalah keadaan pikiran yang sehat. Jika pikiran tidak sehat, hasilnya adalah penyakit mental dan gangguan mental di mana penyakit mental mengacu pada depresi, kecemasan, skizofrenia, gangguan bipolar, dan gangguan mental yang mengacu pada kecanduan alkohol dan kecanduan obat-obatan termasuk penyakit mental. Namun, orang-orang yang hidup dengan gangguan mental juga dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang baik – hidup yang memuaskan, bermakna, memberikan kontribusi hidup meskipun menanggung rasa sakit dan kesusahan.  Oleh karena itu, kesehatan jiwa bukan hanya terbebas dari gangguan jiwa saja tapi istilah ini lebih luas yang mewakili gangguan mental dan penyakit mental sebagai faktor penentunya.

***

Dampak Negatif Me-dia Sosial Terhadap Kesehatan Mental Anak dan Remaja

Selain meningkat, penggunaan media sosial oleh anak-anak dan remaja juga berkembang. Temuan terbaru dari Ofcom mengungkapkan bahwa tiga perempat (74%) dari anak berusia 12 hingga 15 tahun memiliki profil di platform media sosial. Proporsi 5 hingga 7 yang memiliki profil saat ini 3%, meningkat menjadi hampir seperempat (23%) untuk anak berusia 8 hingga 11 tahun. Penggunaan media sosial dapat memungkinkan komunikasi yang cepat, murah, dan tersembunyi antar pengguna. Faktor inilah, selain penggunaan perangkat yang lebih personal dapat membuat sangat sulit bagi orang dewasa/orang tua untuk memantau penggunaannya terhadap anak-anak mereka.

Selain memiliki dampak positip, segala sesuatu termasuk me-dia sosial juga pasti memiliki sisi gelap atau dampak negatif.  Sebelum penemuan media sosial, perbuatan-perbuatan buruk masih terjadi di beberapa tempat, tetapi sekarang rasionya telah meningkat secara luar biasa. Perbuatan buruk seperti itu dulu berdampak pada lokasi tertentu, tetapi sekarang efeknya mendunia. Karena kebebasan dan kebijakan pembatasan yang tidak efektif, orang-orang juga menyalahgunakan platform me-dia sosial yang mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan mental seperti cyberbullying dan bunuh diri, peningkatan kecemasan, harga diri rendah, dan depresi. Berikut ini beberapa dampak negatif me-dia sosial bagi kesehatan mental anak-anak dan remaja:

A. Cyberbullying

Cyberbullying (perundungan dunia maya) menurut unicef ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel. Adapun menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Jadi, terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam hal ini merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental.

Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Contohnya termasuk:

  • Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial.
  • Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang memalukan/menyakitkan.
  • Meniru atau mengatasnamakan seseorang (misalnya dengan akun palsu atau masuk melalui akun seseorang) dan mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka.
  • Trolling - pengiriman pesan yang mengancam atau menjengkelkan di jejaring sosial, ruang obrolan, atau game online.
  • Mengucilkan, mengecualikan anak-anak dari game online, aktivitas, atau grup pertemanan.
  • Menyiapkan/membuat situs atau grup (group chat, room chat) yang berisi kebencian tentang seseorang atau dengan tujuan untuk menebar kebencian terhadap seseorang.
  • Menghasut anak-anak atau remaja lainnya untuk mempermalukan seseorang.
  • Memberikan suara untuk atau menentang seseorang dalam jajak pendapat yang melecehkan.
  • Membuat akun palsu, membajak, atau mencuri identitas online untuk mempermalukan seseorang atau menyebabkan masalah dalam menggunakan nama mereka.
  • Memaksa anak-anak agar mengirimkan gambar sensual atau terlibat dalam percakapan seksual.

Bullying secara langsung atau tatap muka dan cyberbullying seringkali dapat terjadi secara bersamaan. Namun cyberbullying meninggalkan jejak digital – sebuah rekaman atau catatan yang dapat berguna dan memberikan bukti ketika membantu menghentikan perilaku yang salah ini.

Bullying adalah setiap perilaku agresif yang tidak diinginkan terhadap remaja oleh remaja atau kelompok remaja lainnya, yang bukan saudara kandung atau pasangan kencan saat ini, yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang dirasakan. Penindasan online memungkinkan pelaku mendapatkan keuntungan anonimitas yang kuat. Ketika diberikan kemampuan untuk bersembunyi di belakang layar komputer, pelaku bertindak tanpa memperdulikan akibatnya dan merasa tidak perlu bertanggungjawab dan merasa bersalah atas tindakan mereka tersebut. Yang terburuk dari cyberbullying ini adalah hal ini bisa terjadi kapan saja, di mana saja secara publik atau pribadi. Perbuatan kejam seperti ini di media sosial memiliki dampak langsung pada kesehatan psikologis orang yang menjadi target sehingga dapat menyebabkannya mengambil keputusan yang salah dengan melakukan bunuh diri dalam situasi terburuk. 

B. Kecanduan Me-dia Sosial

Masalah kecanduan me-dia sosial telah menjadi masalah global di era sekarang ini. Media sosial adalah platform seperti galaksi; setiap hari kita belajar lebih banyak tentangnya, dan setiap hari ia bergerak sedikit lebih jauh. Media sosial dikembangkan untuk menyediakan platform untuk berkomunikasi pada awalnya. Sekarang mereka menawarkan begitu banyak fitur sehingga membuat manusia semakin kesulitan untuk menjauhinya. Dengan satu atau lain cara, orang terhubung ke media sosial. Penggunaan me-dia sosial yang berlebihan di masyarakat saat ini telah menciptakan masalah baru: masalah kecanduan. Kecanduan media sosial menjadi sangat serius dan telah disamakan dengan kecanduan obat-obatan keras seperti heroin dan kokain juga seperti orang yang kecanduan alkohol.

Selain itu, penelitian telah menemukan bahwa aktivitas tertentu di media sosial seperti SMS dan mendapatkan balasan, mendapatkan like, notifikasi, dan komentar positif, melepaskan zat kimia 'dopamin'  yang diproduksi oleh otak yang sangat adiktif. 

Dopamin adalah zat kimia yang sama yang membuat kita merasa nikmat ketika merokok, minum, nyabu dan berjudi. Jadi, me-dia sosial memberikan hal yang sama tingkat kesenangannya seperti narkoba dan perjudian yang membuat penggunanya terlibat dalam aktivitas media sosial lagi dan lagi. Inilah sebabnya mengapa objek yang membuatnya kecanduan menjadi lebih penting bagi seorang pecandu dari apapun dalam hidup mereka. Kecanduan semacam itu memiliki efek langsung pada kesehatan jiwa. Para Pecandu ini memiliki harga diri yang rendah, perasaan iri, kecemasan, gangguan tidur dan dalam situasi terburuk, mereka akan melakukan kejahatan. Ada banyak insiden mengerikan di sekitar kita dan di seluruh dunia karena kecanduan me-dia sosial ini.

C. Depresi, Kecemasan dan Harga Diri Rendah

Depresi adalah gangguan mental umum yang menyebabkan orang mengalami suasana hati yang tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau harga diri rendah, tidur atau nafsu makan terganggu, energi rendah dan konsentrasi buruk

Kecemasan adalah jenis ketakutan yang biasanya dikaitkan dengan pemikiran tentang ancaman atau sesuatu yang tidak beres di masa depan tetapi juga dapat muncul dari sesuatu yang terjadi saat ini

Hubungan antara depresi, kecemasan, dan harga diri rendah saling terkait. Mereka bisa terjadi kapan saja, di mana saja dan dari apa saja. Baru-baru ini, berdasarkan hasil dari beberapa penelitian didapatkan sebuah kesimpulan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan disinyalir menjadi penyebab utama terjadinya depresi dan kecemasan.

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Dr. Heather Cleland Woods di Universitas Glasgow, 467 remaja ditanyai tentang penggunaan me-dia sosial mereka secara keseluruhan dan pada malam hari. Hasilnya mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial secara keseluruhan, penggunaan khusus malam hari, dan investasi emosional semua memiliki dampak signifikan pada kualitas tidur terkait dengan tingkat depresi yang lebih tinggi dan kecemasan. Demikian pula, sebuah penelitian terhadap 700 siswa sekolah menengah di Ottawa menemukan bahwa mereka yang menggunakan situs jejaring sosial memiliki kesehatan mental yang buruk tiga kali lebih banyak daripada mereka yang tidak menggunakannya.

Penyebab depresi dan kecemasan di antara orang-orang bervariasi tergantung pada persepsi masyarakat terhadap media sosial. Fear of Missing Out (FOMO) adalah salah satu alasan orang menggunakan media sosial saat ini.

FOMO berarti takut kehilangan di antara kelompok teman, keluarga, dan serikat pekerja tertentu. Ia juga takut tidak diperhatikan. FOMO membuat pengguna kembali ke media sosial berulang kali yang bahkan dapat menyebabkan kecanduan dan kemudian menjadi depresi. Sering memeriksa pesan bahkan ketika tidak ada pesan, mengawasi bilah notifikasi sepanjang waktu adalah gejala FOMO. Dalam TEDx Talks with Bailey Parnell, dia mengatakan bahwa kami tidak mengabaikan hal-hal sederhana seperti mengobrol, menandai, mengecek notifikasi, dan selfie di media sosial karena kegiatan ini menyenangkan untuk kami, tetapi masalahnya adalah tindakan seperti itu berulang. "Ketika momen mikro terjadi, dan berjalan terus seiring waktu, saat itulah kita memiliki masalah makro," lanjutnya. Di sini, ia menyebut masalah makro sebagai depresi. 

Menurut laporan WHO (2018), Depresi adalah gangguan mental umum dengan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang tertimpa. Ketika depresi berada pada situasi terburuknya, hal itu dapat menyebabkan bunuh diri. Dalam laporan yang sama juga dikatakan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada usia 15-29 tahun dan setiap tahun sekitar 800.000 orang meninggal karena bunuh diri

Orang yang depresi memiliki tingkat gangguan kecemasan dan harga diri yang rendah juga. Penyebab depresi, kecemasan, dan harga diri rendah melalui me-dia sosial dapat berupa pelecehan online, pemerasan, teks atau visual yang tidak pantas, kecanduan like dan komentar dan suka membandingkan dengan teman-teman yang memiliki kehidupan yang lebih baik yang tampak pada situs jejaring sosial mereka. 

Dalam beberapa tahun terakhir, para sarjana telah melakukan berbagai studi empiris yang menyelidiki sebab dan akibat depresi dalam konteks penggunaan media sosial: intensitas penggunaan media sosial, komunikasi online, dan ancaman online. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lin et al. (2016), ditemukan bahwa penggunaan media sosial secara signifikan berhubungan dengan depresi. Dalam jenis survei yang serupa oleh Scherr dan Brunet (2017), hasilnya menunjukkan pengguna yang mengalami depresi cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook.

Dalam perspektif lain, membandingkan dengan teman di me-dia sosial juga merupakan penyebab meningkatnya depresi, kecemasan, dan harga diri rendah. Belakangan ini, standar yang mustahil ditetapkan lebih dekat ke sekitar rumah, bukan lagi oleh selebritas dan model, tetapi oleh teman sekelas dan lingkaran teman-temannya. Standar ini untuk beberapa orang telah menjadi mimpi buruk karena ketika mereka melihat teman mereka di media sosial lebih cantik dari mereka dan banyak orang yang memuji kecantikan mereka, orang akan merasa bahwa mereka tidak semenarik teman-temannya. Hal ini menciptakan masalah body shaming.

Body image (pencitraan tubuh). Citra tubuh adalah masalah bagi banyak anak muda, baik pria maupun wanita, terutama wanita di usia remaja dan awal dua puluhan. Sebanyak sembilan dari 10 remaja putri mengatakan mereka tidak bahagia dengan tubuh mereka.

Ada 10 juta foto baru yang diunggah ke Facebook setiap jam, memberikan potensi yang hampir tak ada habisnya bagi wanita muda untuk ditarik ke dalam perbandingan berdasarkan penampilan saat online. Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika gadis dan wanita muda di usia remaja dan awal dua puluhan melihat Facebook hanya dalam waktu singkat, kekhawatiran tentang citra tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan non-pengguna. Sebuah studi juga menunjukkan bahwa gadis-gadis mengekspresikan keinginan yang tinggi untuk mengubah penampilan mereka seperti wajah, rambut dan/atau kulit setelah menghabiskan waktunya di Facebook.

Yang lain berpendapat bahwa media sosial berada di balik kebangkitan generasi muda yang memilih untuk melakukan operasi kosmetik/plastik agar terlihat lebih baik di foto, yang berimplikasi pada kesehatan fisik melalui operasi invasif yang tidak perlu. Sekitar 70% dari usia 18-24 tahun akan mempertimbangkan untuk memilih prosedur bedah kosmetik/plastik. 

Beberapa dekade terakhir telah terlihat peningkatan diskusi dan kesadaran akan dampak gambar perempuan dan anak perempuan yang kita lihat di TV dan media tradisional lainnya. Namun, sangat sedikit penelitian dan fokus yang telah diarahkan pada dampak media sosial terhadap kaum muda kita dalam hal citra tubuh. Mengingat betapa banyak anak muda yang menggunakan media sosial dan betapa banyak gambar yang mereka lihat setiap hari, penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang konsekuensi me-dia sosial terhadap citra tubuh.

Sebuah penelitian juga menunjukkan adanya efek yang signifikan terhadap  peningkatan dalam citra tubuh setelah diberi foto-foto dan gangguan makan dalam kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol pada siswa laki-laki dan perempuan seminggu setelah dilakukan eksperimen. Maksudnya adalah adanya hubungan antara keinginan meningkatkan citra tubuh setelah melihat foto-foto tertentu dengan gangguan pola makan karena untuk meningkatkan citra tubuh mereka tentu harus memperhatikan makanannya sehingga menyebabkan adanya gangguan dalam pola makan.

Aspek lain dari media sosial adalah kumpulan peristiwa-perintiwa penting yang menjadi sorotan. Ini berarti menunjukkan momen terbaik dan paling patut ditiru sambil menyembunyikan upaya dan elemen umum dari kehidupan biasa/nyata — kumpulan peristiwa yang menjadi sorotan seseorang di dekatnya menyebabkan rendahnya harga diri bagi banyak orang. Hasilnya adalah orang-orang mencoba untuk menghindari bersosialisasi dalam kehidupan nyata.

Oleh karena itu, hubungan antara depresi, kecemasan, dan harga diri rendah sangat erat terkait. Depresi dapat menyebabkan stres dan harga diri rendah, kecemasan dapat menyebabkan depresi dan harga diri rendah dan sebaliknya. Dan yang lebih ironis lagi adalah media ini malah dapat mengisolasi mereka secara sosial. Bisa dikatakan populer di dunia maya tapi aslinya sendirian di dunia nyata dan bisa menyebabkan mereka merasa kesepian yang semakin parah.

Ashford (2017), menemukan bahwa individu mungkin mengalami perasaan isolasi sosial, depresi, ketidak-amanan, kecemburuan, dan harga diri yang buruk saat menggunakan me-dia sosial. Beberapa individu mengembangkan distorsi kognitif ketika membandingkan kehidupan mereka dengan konten pengguna lain, yang dapat menyebabkan perasaan sedih dan depresi.

Selain itu, ketika seseorang melihat teman-temannya di media sosial suka merayakan dan menyebarkan moment-moment penting dalam hidupnya seperti pesta ulang tahun atau acara apapun, orang lain yang melihatnya mungkin akan timbul rasa iri, merasa rendah diri, stress, depresi dan seterusnya ketika tidak bisa melakukan hal-hal sama seperti yang dilakukan oleh teman-temannya yang menjadi sorotan, mendapat pujian, mendapat banyak like, banyak komen dan seterusnya. Akhirnya dia akan berusaha keras meniru apa yang dilakukan oleh teman-temannya walaupun mungkin hal itu memberatkan bagi dirinya. Yach, namanya juga demi pencitraan dan agar merasa diterima dikomunitas dan lingkungan sekitar pertemanannya. 

Dampak negatif lainnya lagi adalah adanya foto-foto atau video yang sebenarnya direkayasa hanya untuk menaikkan harga diri dan image seseorang tujuannya tidak lain hanya untuk mendapatkan like, komen, pujian dan seterusnya walaupun secara kehidupan nyata hal itu hanyalah kebohongan belaka. Tapi memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak manusia yang suka hidup dalam kepalsuan dan takut tidak diterima oleh orang lain karena dirinya tidak sama dengan mereka sehingga tujuan hidup mereka tidak lain hanya untuk mendapatkan pujian, like, komen yang menyenangkan dan merasa diterima oleh komunitasnya. Tidak heran jika mereka suka memamerkan apapun yang mereka miliki agar dianggap 'wow', mendapat pujian, di sukai/like dll oleh komunitas dan teman-temannya. Jadi, jangan terlalu percaya dengan semua yang ada di me-dia sosial.

Apa yang tertulis di sini hanya sebagian kecil yang dapat kami paparkan, jika Anda penasaran dan ingin menggali informasi tentang hal ini lebih mendalam lagi, Anda bisa membaca dan merujuk referensi yang ada dibawah ini. 

***

Sumber referensi:

Cramer, Shirley. 2017. Status of Mind: Social media and young people’s mental health. RSPH.

Dubicka, Bernadka. 2020. College Report CR225: Technology use and the mental health of children and young people. Royal College of Psychiatrists.

Goodyear, A. Victoria and Kathleen M. Armour. 2019. Young People, Social Media and Health. NY : Routledge

Hatch, E. Kristina. 2011. Determining the Effects of Technology on Children. Senior Honors Projects. Paper 260. http://digitalcommons.uri.edu/srhonorsprog/260http://digitalcommons.uri.edu/srhonorsprog/260

Jordan, Amy B. 2014. Media and the Well-Being of Children and Adolescents. New York: Oxford University Press.

Kennedy, Katie. 2019. Positive and Negative Effects of Social Media on Adolescent Well-Being. Master’s thesis. Minnesota State University, Mankato.

Koehler, Sarah Nichole and Parrell, Bobbie Rose. 2020. THE IMPACT OF SOCIAL MEDIA ON MENTAL HEALTH: A MIXED-METHODS RESEARCH OF SERVICE PROVIDERS’ AWARENESS. Electronic Theses, Projects, and Dissertations. 1012. https://scholarworks.lib.csusb.edu/etd/1012

M, Sundus. 2018. The Impact of using Gadgets on Children. Journal of Depression and Anxiety. 7:1. DOI: 10.4172/2167-1044.1000296

Moreno, A. Megan and Ana Radovic. 2018. Technology and Adolescent Mental Health. Switzerland: Springer International Publishing

Nakaya, Andrea C. 2015. Internet and Social Media Addiction. CA: ReferencePoint Press

OECD. 2018. Children & Young People’s Mental Health in the Digital Age. OECD Publishing.

Odgers, C.L. and Jensen, M.R. 2020. Annual Research Review: Adolescent mental health in the digital age: facts, fears, and future directions. Journal of Child Psychology and Psychiatry. doi:10.1111/jcpp.13190

Ormerod, Katherine. 2018. Why Social Media is Ruining Your Life. London: Octopus Publishing Group Ltd.

Strasburger, Victor C., dkk. 2014. Children, Adolescents, and the Media. USA: SAGE

_______2012. Children, Adolescents, and the Media. Clinics Review Articles. Pediatric Clinics of North America.

Stephen, Ross and Rhys Edmonds. 2018. Briefing 53: Social media, young people and mental health. Centre for Mental Health.

Sheldon, Pavica, dkk. 2019. The Dark Side of Social Media. London: Academic Press An imprint of Elsevier.

Thapa, Bisu. 2018. Impacts of Social media on Mental Health: A case study with students at Oulu University of Applied Sciences. Bachelor’s Thesis. Business Information Technology Oulu University of Applied Sciences.

The Children’s Society. 2018. Safety Net: Cyberbullying’s impact on young people’s mental health. Inquiry report.



Komentar

Popular Posts

Download Buku Al-Arabiyah Baina Yadai Auladina (ABY untuk Anak-Anak)

Download Buku Al-Arabiyah Baina Yadaik (Cetakan Baru)

Mengenal Jenis-Jenis Sayuran

Download Buku Durusul Lughah Versi Bahasa Inggris Complete (Jilid 1-8)

Download Buku Belajar Bahasa Arab Untuk Anak-Anak (Arabic Talking Books Full Set) Plus Audio and Video

Sejarah Perkembangan Membran Sel

Download Buku Bacaan Berbahasa Arab Untuk Anak-Anak 1