Hikmah Diciptakannya Musibah dan Kepedihan

Pinterest

🍫 (1). Melahirkan 'ubudiyyah (ibadah) pada saat kesulitan, yaitu berupa kesabaran.

Allah berfirman:

وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

".....Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al-Anbiyaa': 35)

Terhadap ujian (dari Allah) yang berupa kegembiraan dan kebaikan, maka harus disikapi dengan syukur, sedangkan terhadap ujian berupa kesusahan dan keburukan, haruslah disikapi kesabaran.

Semua ini tidak terjadi, kecuali bila Allah membalikkan keadaan atas para hamba, sehingga terlihatlah kejujuran pengabdian kepada Allah Ta'ala.

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur, maka hal itu adalah baik baginya. Jika ia mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar, maka hal itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

🍪 (2). Kebersihan hati dan terbebas dari sifat-sifat yang buruk.

Sebab, sehat itu adakalanya mendorong kepada keburukan, kesombongan, dan kagum dengan diri sendiri, karena seseorang merasa giat, kuat, tentram keadaannya, dan hidupnya menyenangkan.

Jika dibatasi dengan ujian dan sakit, maka jiwanya menangis, hatinya menjadi lembut, dan bersih dari noda-noda akhlak yang tercela serta sifat-sifat yang buruk, seperti sombong, congkak, ujub (kagum dengan diri sendiri), dengki, dan sifat lainnya. Sebagai gantinya ialah ketundukan kepada Allah, menangis di hadapan-Nya, tawadhu' (rendah hati) kepada manusia, dan tidak congkak terhadap mereka.

Al-Munbaji rahimahullah berkata, "Orang yang tertimpa musibah hendaknya mengetahui bahwa seandainya tidak ada ujian dunia dan berbagai musibahnya, niscaya manusia tertimpa penyakit sombong, 'ujub, congkak, dan keras hati, yang merupakan sebab kebinasaannya, segera maupun tertunda. Di antara rahmat sebaik-baik Dzat Yang Maha Penyayang ialah, Dia memberikan kepadanya - kadang kala - berbagai macam obat berupa musibah, yang akan menjadi pelindung baginya dari penyakit-penyakit ini, memelihara kebenaran ibadahnya, serta mengenyahkan berbagai unsur yang merusak, hina, dan membinasakan. Mahasuci Allah yang memberi rahmat dengan ujian-Nya (berupa bencana), dan menguji dengan berbagai kenikmatan-Nya. Sebagaimana dikatakan:

Adakalanya Allah memberi nikmat dengan bencana, meskipun besar dan Allah pun menguji pula sebagian kaum lainnya dengan berbagai kenikmatan

Seandainya Allah tidak mengobati hamba-hamba-Nya dengan obat berupa ujian dan cobaan, niscaya mereka melampaui batas, lalim, angkuh, congkak di muka bumi, dan membuat kerusakan. Karena di antara kebusukan jiwa, jika telah mendapatkan kekuasaan (memerintah dan melarang), kesehatan, peluang, dan bebas mengatakan apa saja tanpa ada penghalang syar'i yang menghalanginya, maka ia merajalela dan berjalan di muka bumi dengan membawa kerusakan, meskipun mereka mengetahui apa yang dialami orang-orang sebelum mereka, maka apa jadinya seandainya mereka dengan perbuatannya itu - dibiarkan?

Tetapi, ketika Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, Dia meminumkan obat cobaan dan ujian menurut kadar keadaannya, yang akan mengeluarkan penyakit-penyakit berbahaya darinya. Sehingga ketika Dia telah membersihkan dan menjernihkannya, maka Dia menempatkannya pada derajat dunia yang paling mulia, yaitu beribadah kepada-Nya, dan menaikkan pada pahala akhirat yang tertinggi, yaitu melihat-Nya.

🍵(3). Menguatkan orang yang beriman.

Sebab, musibah itu berisi latihan untuk orang mukmin, ujian bagi kesabarannya, dan menguatkan keimanannya.

🍰(4). Menyaksikan kekuasaan rububiyyah dan ketundukan 'ubudiyyah.

Karena seseorang tidak bisa lari dari Allah dan qadha'-Nya serta dari hikmah-Nya yang berlaku dan ujian-Nya. Kita adalah hamba Allah, Dia memperlakukan kita sebagaimana yang disukai dan dikehendaki-Nya, dan kita kembali kepada-Nya dalam segala urusan kita. Kepad-Nya tempat kembali, Yang mengumpulkan kita untuk kebangkitan kita.

🍯 (5). Meraih keikhlasan dalam berdo'a dan kejujuran dalam bertaubat.

Sebab, musibah itu membuat manusia dapat merasakan kelemahan dan kefakiran dirinya dihadapan Rabb-nya. Kemudian hal itu mendorongnya kepada keikhlasan dalam berdo'a kepada-Nya, ketundukan kebutuhan kepada-Nya serta jujur dalam bertaubat dan kembali kepada-Nya.

Seandainya bukan karena musibah-musibah ini, niscaya ia tidak pernah terlihat di depan pintu perlindungan dan kehinaan. Allah mengetahui kelalaian manusia kepada-Nya, lalu Dia menguji mereka melalui nikmat-nikmat tersebut dengan berbagai gangguan yang mendorong mereka untuk menuju pintu-Nya dan meminta pertolongan kepada-Nya. Jadi, ini adalah kenikmatan yang terbungkus ujian. Sedangkan ujian yang murni ialah apa-apa yang melalaikanmu dari Rabb-mu.

Sufyan bin 'Uyainah di berkata, "Apa yang tidak disukai hamba adalah lebih baik baginya daripada apa yang disukainya. Karena apa yang tidak disukainya mendorongnya untuk berdo'a, sedangkan apa yang disukainya akan melenakannya."

🍮(6). Menyadarkan orang yang diuji dari kelalaiannya.

Betapa banyak orang yang diuji dengan hilangnya kesehatan, mendapatkan taubat yang menyelamatkan. Betapa banyak yang diuji dengan kehilangan hartanya, bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah dengan keadaannya yang lebih baik. Betapa banyak orang yang lalai terhadap dirinya serta berpaling dari Rabb-nya, lalu mendapatkan ujian dari Rabb-nya, maka hal itu membangunkannya dari tidurnya, menyadarkannya dari kelalaiannya, dan memotivasinya untuk memperbaharui keadaannya bersama Rabb-nya.

🍹(7). Mengetahui nilai kesehatan.

Karena sesuatu itu tidak diketahui kecuali dengan lawannya, lalu dengan hal itu akan diperoleh rasa syukur yang menyebabkan bertambahnya kenikmatan, karena apa yang dikaruniakan Allah berupa kesehatan itu lebih sempurna, lebih menyenangkan, lebih banyak, dan lebih besar ketimbang ujian dan sakit yang dideritanya. Kemudian diperolehnya kesehatan dan kenikmatan, setelah kepedihan dan kesusahan itu adalah lebih besar nilainya bagi manusia.

🍨(8). Di antara kepedihan itu kadangkala ada yang menjadi faktor kesehatan.

Adakalanya seseorang tertimpa suatu penyakit dan ternyata itu menjadi sebab kesembuhan dari penyakit lainnya. Adakalanya seseorang mendapat suatu penyakit lalu ia pergi untuk mengobatinya, maka tersingkaplah bahwa ternyata dirinya mempunyai penyakit kronis yang tidak tersingkap, kecuali karena sebab penyakit yang datang tiba-tiba ini. Abu ath-Thayyib al-Mutanabbi berkata:

Mungkin kecacatanmu itu terpuji akibatnya

dan mungkin badan menjadi sehat dengan adanya penyakit

🍧(9). Diperolehnya belas kasih kepada orang-orang yang tertimpa musibah.

Orang yang diuji dengan suatu hal, ia akan mendapati dalam dirinya rasa belas kasih kepada orang-orang yang tertimpa musibah. Belas kasih ini menyebabkan belas kasih Allah dan karunia yang banyak. Sebab barang siapa yang berbelas kasih kepada siapa yang berada di muka bumi ini, maka yang berada di langit (Allah dan para Malaikat) akan menyayanginya pula.

🍦(10). Memperoleh shalawat (keberkahan yang sempurna), rahmat, dan hidayah dari Allah.

Allah berfirman:

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." [QS. Al-Baqarah: 155-157]

🍥(11). Memperoleh pahala, dicatatnya amal-amal kebaikan, dan dihapusnya kesalahan-kesalahan.

Nabi bersabda yang artinya:

"Tidak ada sesuatu pun yang menimpa seorang mukmin, meskipun duri yang menusuknya, melainkan Allah mencatat baginya satu kebajikan karenanya atau menghapuskan satu kesalahan darinya karenanya." [HR. Muslim no. 2572]

Sebagian Salaf berkata, "Seandainya bukan karena musibah-musibah dunia, niscaya kita datang pada hari Kiamat dalam keadaan bangkrut yang hakiki."

Bahkan pahala tidak hanya dikhususkan untuk orang yang mendapatkan ujian semata, tetapi juga didapat oleh selainnya. Seorang dokter muslim ketika mengobati orang yang sakit dan diniatkan untuk mencari pahala, maka dituliskan pahala untuknya, dengan seizin Allah. Sebab, barang siapa yang meringankan dari orang yang beriman suatu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan meringankan darinya suatu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari Kiamat.

Demikian pula orang yang mengunjungi orang yang sedang sakit, maka dituliskan pahala baginya, juga bagi orang yang merawatnya.

🍭(12). Mengetahui tentang hinanya dunia.

Musibah terkecil yang menimpa manusia akan menjernihkan dirinya, memantapkan hidupnya, dan dapat membuatnya lupa akan kelezatan dunia. Orang yang pintar tidak akan tertipu dengan kenikmatan dunia, akan tetapi dia akan menjadikan dunia sebagai ladang bagi akhirat.

🍬(13). Pilihan Allah untuk hamba adalah lebih baik daripada pilihan hamba untuk dirinya.

Ini merupakan rahasia yang mengagumkan, yang sebaiknya hamba memahaminya. Hal itu karena Allah adalah sebaik-baik Penyayang dan Hakim Yang paling bijaksana, Dia lebih tahu berbagai kemaslahatan hamba-hamba-Nya, dan lebih sayang kepada mereka dibandingkan diri mereka dan kedua orang tua mereka.

Jika datang kepada mereka sesuatu yang tidak mereka sukai, maka itu lebih baik bagi mereka dibandingkan bila tidak datang kepada mereka, sebagai bentuk perhatian dari-Nya, kebaikan, dan kasih sayang kepada mereka.

Seandainya mereka memungkinkan memilih untuk diri mereka, niscaya mereka tidak mampu melakukan hal-hal yang bermaslahat bagi mereka. Tetapi Allah yang mengatur urusan mereka sesuai dengan ilmu, keadilan, hikmah, dan rahmat-Nya, baik mereka suka maupun tidak suka.

🍣(14). Manusia tidak mengetahui akibat urusannya.

Mungkin ia mencari sesuatu yang tidak terpuji akibatnya, dan mungkin ia tidak menyukai sesuatu yang bermanfaat baginya. Allah lebih tahu tentang akibat suatu urusan.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Qadha'-Nya bagi hamba yang beriman adalah karunia, meskipun dalam bentuk halangan, dan merupakan suatu kenikmatan, meskipun dalam bentuk ujian, serta ujian-Nya adalah keselamatan, meskipun dalam bentuk bencana.

Tetapi karena kebodohan hamba dan kezhalimannya, ia tidak menganggapnya sebagai anugerah, kenikmatan, dan keselamatan, kecuali apa yang dapat dinikmatinya dengan segera dan sesuai dengan tabiatnya.

Seandainya ia dikaruniai pengetahuan yang banyak, niscaya ia menilai halangan sebagai kenikmatan, dan bencana sebagai rahmat, serta ia merasakan ujian jauh lebih lezat dibandingkan dengan lezatnya keselamatan, merasakan kefakiran jauh lebih lezat dibandingkan kekayaan, dan dalam keadaan sedikit ia jauh lebih bersyukur dibandingkan dalam keadaan banyak."

🍟(15). Masuk dalam kelompok orang-orang yang dicintai Allah.

Orang-orang beriman yang mendapatkan ujian akan masuk dalam rombongan orang-orang yang dicintai lagi dimuliakan dengan kecintaan Rabb semesta alam. Jika Dia mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Disebutkan dalam as-Sunnah (hadits), yang mengisyaratkan bahwa ujian itu bukti kecintaan Allah kepada hamba-Nya, di mana Nabi bersabda yang artinya:

"Sesungguhnya besarnya balasan itu sesuai dengan besarnya ujian, dan jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia menguji mereka. Barang siapa yang ridha, maka dia mendapatkan keridhaan, dan barang siapa yang marah (tidak ridha), maka dia mendapatkan kemurkaan." [HR. At-Tirmidzi, (no. 2396) dan Ibnu Majah, (no. 4031), dari hadits Anas , dihasankan oleh at-Tirmidzi juga al-Albani dalam Shahiih at-Tirmidzi, (II/286)].

🍞(16). Sesuatu yang tidak disukai adakalanya mendatangkan sesuatu yang dicintai, begitu pula sebaliknya.

Jika pengetahuan hamba tentang Rabb-nya benar, maka ia mengetahui secara yakin bahwa hal-hal yang tidak disukai yang menimpanya dan berbagai ujian yang datang kepadanya itu berisikan berbagai kemaslahatan dan kemanfaatan yang tidak terhitung oleh ilmunya dan tidak diketahui semuanya oleh pikirannya.

Bahkan kemaslahatan hamba pada apa yang tidak disukainya lebih besar ketimbang pada apa yang disukainya, sebab kemasla hatan jiwa pada umumnya terletak dalam hal-hal yang tidak disukainya, sebagaimana halnya kemudharatannya dan sebab-sebab kehancurannya pada umumnya terletak dalam hal-hal yang disukainya. Allah berfirman:

"...Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisaa': 19)

Dia juga berfirman:

"...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi mu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Jika hamba mengetahui bahwa perkara yang tidak disukai adakalanya mendatangkan hal yang dicintai, dan perkara yang dicintai adakalanya mendatangkan hal yang tidak disukai. Maka ia tidak merasa aman karena kesusahan bisa datang kepadanya dari sisi kesenangan, dan ia pun tidak berputus asa, karena kegembiraan bisa datang kepadanya dari sisi kesusahan.

***

Al-Hamd, Muhammad bin Ibrahim. 2005. Kupas Tuntas Masalah Takdir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir. 

Komentar

Popular Posts

Download Buku Al-Arabiyah Baina Yadai Auladina (ABY untuk Anak-Anak)

Download Buku Al-Arabiyah Baina Yadaik (Cetakan Baru)

Mengenal Jenis-Jenis Sayuran

Download Buku Durusul Lughah Versi Bahasa Inggris Complete (Jilid 1-8)

Download Buku Belajar Bahasa Arab Untuk Anak-Anak (Arabic Talking Books Full Set) Plus Audio and Video

Sejarah Perkembangan Membran Sel

Download Buku Bacaan Berbahasa Arab Untuk Anak-Anak 1