Hikmah Diciptakannya Musibah dan Kepedihan

Gambar
Pinterest 🍫 (1). Melahirkan 'ubudiyyah (ibadah) pada saat kesulitan, yaitu berupa kesabaran. Allah berfirman: وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ".....Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al-Anbiyaa': 35) Terhadap ujian (dari Allah) yang berupa kegembiraan dan kebaikan, maka harus disikapi dengan syukur, sedangkan terhadap ujian berupa kesusahan dan keburukan, haruslah disikapi kesabaran. Semua ini tidak terjadi, kecuali bila Allah membalikkan keadaan atas para hamba, sehingga terlihatlah kejujuran pengabdian kepada Allah Ta'ala. Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Sunggu

Tingkatan Godaan dan Bujukan Setan Bagian 2

4.   Tingkatan keempat

Yaitu dosa-dosa kecil, jika telah menumpuk bisa membinasakan pelakunya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah bersabda yang artinya: “Jauhilah dosa-dosa kecil. Karena perumpamaan orang-orang yang meremehkan dosa-dosa kecil laksana suatu kaum yang turun pada lembah suatu bukit, yang satu datang membawa kayu dan yang satu lagi membawa kayu yang lain, hingga mereka membawa kayu yang dapat memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa kecil, jika dilakukan terus-menerus oleh pelakunya, niscaya akan membinasakannya.” (HR. Ahmad: 11/329) Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata, sanadnya hasan.

Ad-Darimi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi Muhammad bersabda kepadanya yang artinya: “Wahai Aisyah, janganlah kamu meremehkan amalan-amalan kebaikan, karena ada malaikat yang siap mencatat amalan-amalan tersebut.” (HR. Ad-Darimi 2/303, Ibnu Majah 2/1417. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah hal. 513.

Dalam kitab Az-Zuhd riwayat Ibnu Musa, dari Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Sesungguhnya ada seseorang yang melakukan suatu amal kebaikan, lalu merasa yakin dengan perbuatannya dan melupakan dosa-dosa kecil. Sehingga ia berjumpa dengan Allah (wafat), padahal ia telah dikuasai oleh dosa-dosa kecil. Dan ada seseorang yang melakukan suatu kejahatan, tetapi ia sangat takut dan tersiksa karenanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan selamat dan aman.”

Ibnu Qayyim mengatakan, “Apabila setan tidak berhasil pula menjerumuskan manusia pada tingkatan ini, ia beralih lagi pada tingkatan berikutnya."

5.    Tingkatan kelima

Setan berusaha menyibukkan manusia dengan perkara-perkara mubah yang tidak ada unsur pahala dan dosa di sana. Tetapi resikonya, ia akan kehilangan pahala selama ia sibuk melakukan perkara yang mubah ini. Saya katakan (Syaikh Wahid Abdussalam Bali), “Perkara-perkara yang mubah ini seperti banyak tidur, banyak makan dan minum, pakaian mewah, begadang yang tidak ada gunanya dan lainnya.”

Ibnu Qayyim melanjutkan, “Apabila setan tidak berhasil menjerumuskan seorang hamba dengan cara ini – karena orang ini senantiasa memelihara waktunya dan sangat pelit untuk menyia-nyiakannya dalam kesia-siaan serta memahami betul nilai setiap desah nafas, dan apa yang akan didapatkannya dari kenikmatan dan azab – ia akan beralih pada tingkatan selanjutnya."

6.    Tingkatan keenam

Menyibukkan manusia dengan sesuatu yang kurang prioritas dengan meninggalkan yang diprioritaskan. Setan akan menyuruh manusia untuk melakukan kebaikan yang tidak masuk dalam skala prioritasnya.

Ia senantiasa menganjurkan dan memperindahnya bagi orang tersebut. Jika orang itu semakin tertarik kepadanya, lambat laun ia akan meninggalkan sesuatu yang lebih baik dan lebih luhur. Sedikit sekali orang yang memperhatikan masalah ini.

Seringkali seseorang melihat ada penyeru yang kuat dan motivator yang baik kepada suatu amal ketaatan tertentu. Orang tersebut menjadi tidak ragu lagi bahwa tindakan itu merupakan ketaatan dan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Ia hampir tidak pernah berpikir bahwa si penyeru itu adalah setan, karena ia menganggap bahwa setan tidak pernah menyeru kepada kebaikan.

Dia mengira ini adalah kebaikan, dan mengatakan bahwa si penyeru tersebut membawa perintah Allah. Ia tidak menyadari kalau setan juga menyeru menusia kepada tujuh puluh pintu kebaikan.

Di samping bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada satu pintu kejelekan, bisa juga agar ia tidak mengerjakan kebaikan yang utama dan agung daripada tujuh puluh kebaikan yang diserukan itu.

Hal ini tidak bisa dideteksi kecuali dengan dibantu cahaya Allah yang dipancarkan-Nya dalam hati seorang hamba. Sedangkan syarat datangnya cahaya ke dalam hati adalah dengan mengikuti sunnah Rasullah secara murni, dan memprioritaskan amalan-amalan yang paling dicintai dan ridhai Allah serta yang paling bermanfaat bagi para hamba.

Hal ini tidak akan bisa dipahami kecuali oleh para pewaris nabi (ulama), dan wakil-wakil serta para penerus beliau di tengah-tengah ummat. Kebanyakan manusia tidak mengerti hal ini. Mereka tidak bisa mendeteksinya dengan hatinya. Sedangkan Allah akan mengaruniakan keutamaan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

Apabila tidak mampu juga menggoda seorang hamba dengan cara ini, setan akan menyeru para pengikutnya dari kalangan jin dan manusia untuk melakukan berbagai kezaliman, ajakan kepada kekafiran, dan penyesatan terhadap orang seperti ini. Setan juga akan memerangi pemikirannya agar orang lain tidak mengambil manfaat darinya. Akhirnya, usahanya dalam menyeru para pembuat kebatilan dari kalangan setan jin dan manusia untuk menggoda hamba tersebut tidak akan pernah kendor dan berhenti.

Fenomena ini sangat jelas terlihat di tengah-tengah masyarakat kita. Ketika seorang hamba komitmen terhadap agamanya, memegang teguh sunnah dan petunjuk nabi Muhammad dan berjalan sesuai dengan ajaran beliau, niscaya ia akan menghadapi berbagai hambatan, penghinaan, cemoohan, penganiayaan dan siksaan, baik dari kaum kerabat, orang lain, kawan seiring, maupun musuh. Ia tidak mempunyai tempat mengadu kecuali hanya kepada Allah.

ooOoo

Catatan tambahan untuk pembahasan pada tulisan sebelumnya tentang bid’ah.  Mengapa bid’ah itu oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah Rahimahullah diletakkan urutannya pada nomer dua setelah kekafiran dan kesyirikan dan suatu perbuatan yang paling disukai oleh Iblis. Kenapa? Karena pelakunya sulit untuk bertaubat. Mengapa? Karena pelakunya merasa sedang melakukan sebuah kebaikan, melakukan ibadah yang baik (dalam pandangan mereka).

Orang yang merasa sedang melakukan kebaikan, ketika dinasehati kira-kira akan sadar, bertaubat dan merasa bersalah tidak? Ya tidak mungkin mau bertaubat karena merasa yang dilakukan itu adalah hal yang baik dan benar. Beda dengan pelaku dosa besar yang diletakkan pada urutan berikutnya (nomer tiga) oleh Ibnu Qayyim. Orang yang melakukan dosa besar misal berzina, minum minuman keras, membunuh dan seterusnya paling tidak di hatinya pasti masih ada rasa sesal dan merasa bersalah walaupun mungkin kadarnya sedikit. Karena mereka merasa telah melakukan perbuatan buruk dan salah, maka kemungkinan besar untuk diajak bertaubat dan menyadari kesalahannya itu lebih besar.

Sedangkan para pelaku bid’ah merasa sedang beribadah dan melakukan kebaikan seperti halnya juga fitnah yang menimpa kaum muslimin dengan melakukan pembunuhan, pengeboman, pemberontakan kepada pemimpin muslim dan lain-lain atas nama agama dan meyakini bahwa perbuatan buruk tersebut adalah hal benar dan merasa sedang melakukan sebuah ibadah besar dan merasa sedang melakukan hal yang baik (menurut pemikiran mereka sendiri). Perbuatan dosa besar yang dicampur dengan pemahaman yang salah ya beginilah akhirnya. Mati sangit dikatakan sebagai mati syahid dan seterusnya. Padahal banyak sekali dalil shahih yang dilanggar dalam perbuatan ini dan yang dirugikan juga adalah kaum muslimin yang tidak bersalah dan yang berjalan di jalan yang lurus dan ajaran Islam yang lurus ikut-ikutan terseret jadi buruk bahkan Rasulullah jadi bahan hinaan dan pelecehan, akibat dari segelintir oknum yang pemahamannya salah dan menyimpang tapi merasa di atas kebenaran. Tapi bukan di sini tempat untuk menjelaskan semuanya. Ini hanya salah satu contoh bagaimana setan menipu manusia dengan menanamkan pemikiran yang salah tapi dianggap baik oleh pelakunya.

Ucapan andalan pelaku bid’ah adalah ini kan baik, niat kami kan baik, kami melakukan ini dengan ikhlas. Apa jeleknya shalat, apa buruknya baca al-qur’an, apa jeleknya dzikir dan seterusnya. Makanya mereka sulit bertaubat dan Iblis senang dengan hal ini. Karena mereka merasa sedang beribadah dan merasa sedang mengerjakan kebaikan.

Perhatikan lagi penjelasan Ibnul Jauzi dalam kitab Talbis Iblis halaman 5 terkait bid’ah.

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, “Rasulullah bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada perintah di dalamnya (asalnya), maka hal itu ditolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Kami (penulis artikel ini) mengatakan bahwa dalam hadits di atas jelas dinyatakan oleh Rasulullah dengan kalimat ‘dalam urusan kami’ maksudnya yaitu dalam urusan agama karena Rasulullah adalah utusan Allah yang membawa risalah dan menjelaskan tentang agama ini bukan menjelaskan tentang urusan duniawi seperti dalam hal alat, sarana dan prasarana seperti pembuatan mobil, pesawat, microphon, laptop, hp dan sejenisnya yang belum ada di zaman dahulu.

Diriwiyatkan dari Anas bin Malik, dari Rasulullah , bahwa beliau bersabda (yang artinya) “Barangsiapa yang tidak suka sunnahku maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Al-Bukhari 11/4 dan Muslim no. 1401).

Kami juga menambahkan hadits-hadits lainnya terkait perkara ini.

Dalam hadits riwayat muslim no. 1718, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”

Untuk mengetahui hadits-hadits yang serupa tentang bid'ah, baca saja di sini.

Masih menurut Ibnul Jauzi, diriwayatkan dari Abdurrahman bin Amr As-Sulami dari Hujr bin Hujr, keduanya berkata, “Kami mendatangi Al-Irbadh bin Sariyah. Ia adalah salah satu dari orang-orang yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala, “Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang datang kepada kepadamu (Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata, “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu….(QS. At-Taubah: 92) lalu kami mengucapkan salam kepadanya dan berkata, “Kami datang untuk berkunjung dan pulang membawa pelajaran berharga.” Maka Irbadh berkata, “Suatu hari Rasulullah shalat subuh bersama kami. Kemudian beliau menghadap kepada kami. Lalu memberikan nasihat yang meneteskan air mata dan menggetarkan hati. Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya ini nasihat orang yang berpamitan. Apa yang engkau wasiatkan kepada kami?” Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, untuk mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka pegang teguhlah sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hindarilah hal-hal baru (dalam agama), karena setiap hal baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Hadits shahih dan telah ditakhrij oleh Syaikh Ali hasan Al-Halabi  dalam kitab Ittiba’ As-Sunnah wa Ijtinab Al-Bida’ (nomor 2)).

Diriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri, dia berkata, “Bid’ah itu lebih disenangi oleh Iblis daripada kemaksiatan, karena pelaku kemaksiatan bisa diajak bertaubat, sementara pelaku bid’ah tidak bisa diajak bertaubat.” (Ditakhrij oleh Ibnu Al-Ja’d dalam Musnadnya nomor 1885).

Ibnul Jauzi berkata, bahwa sebagian kabar-kabar ini ada yang diriwayatkan dari Rasulullah dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang memuliakan pelaku bid’ah berarti ia turut serta dalam menghancurkan Islam.” (Hadits Hasan menurut Syaikh Ali Hasan Al-Halabi).

Coba Anda pikirkan dengan akal sehat yang jernih. Mungkinkah sesuatu yang sudah sempurna butuh penambahan lagi? Sesuatu yang sudah sempurna akan menjadi buruk jika ditambahin ataupun dikurangin. 

Dan sifat manusia itu dalam beragama kebanyakan jika tidak meremehkan sehingga mengurangi maka akan bersikap berlebihan atau menambah-nambahi sehingga menjadi ekstrim. Sangat jarang ada manusia yang mau bersikap pertengahan yaitu antara sikap berlebihan dan meremehkan. 

Manusia yang suka menambah-nambahi sesuatu biasanya karena menganggap sesuatu itu masih kurang dan belum sempurna baik dia sadari maupun tidak, baik dia mengakui ataupun tidak perbuatan tersebut karena sesuatu yang telah sempurna sejatinya tidak butuh kepada penambahan ataupun pengurangan karena semua sudah pas dari segala sisi. Masakan kata sempurna juga kita sulit memahaminya???! Bukankah Allah sendiri yang berfirman bahwa agama ini telah sempurna?! Tapi memang, jika seseorang telah disesatkan biar dinasehati bahkan diberi bukti nyata pun bahkan akal sehat pun bisa menerima tapi pasti tidak akan pernah mau menerima kebenaran makanya Iblis suka dengan jalan penyesatan dari pintu ini. Iblis sukses membuat Anda memandang indah perbuatan ini...👍

Dalam muqaddimah kitab beliau Lau Kaana Khairan Lasabaguuna Ilihi (Kalau Sekiranya Perbuatan Itu Baik Tentulah Para Shahabat Telah Mendahului Kita Mengamalkannya), Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat membawakan sebuah hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i terkait ucapan Rasulullah setiap berkhutbah. Nabi berkata: “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad . Dan sejelek-jelek urusan adalah yang muhdats, dan setiap yang muhdats adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”

Beliau menjelaskan pengertian dalam hadits diatas yang dimaksud petunjuk Muhammad adalah Sunnah beliau . Kata Al-Umur (urusan) berbentuk jama’ dari al-amr yang saya (Ustadz Abdul Hakim/penulis kitab) terjemahkan dengan urusan atau perkara. Yang dimaksud ialah urusan agama, bukan urusan keduniaan, karena bid’ah itu terbatas hanya pada urusan-urusan agama. Kata muhdats artinya yang baru. Yakni sesuaatu yang baru dari urusan-urusan agama yang sama sekali tidak ada sunnahnya. Bid’ah artinya menurut lughah/bahasa ialah “sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya.” Sedangkan menurut syara’ (agama) bid’ah itu artinya ialah “sesuatu yang baru, yang diada-adakan atau diciptakan oleh manusia di dalam urusan agama kemudian dijadikan sebagai satu cara atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.” Ringkasnya bid’ah itu ialah segala sesuatu yang menyalahi sunnah. Maka setiap yang dianggap ibadah yang menyalahi sunnah atau tidak ada sunnahnya maka itulah bid’ah. Karena bid’ah itu adalah lawan dari sunnah nabi . Barangsiapa yang ingin mengetahui lebih dalam lagi masalah bid’ah ini bacalah kitab Al-I’tisham oleh Imam Asy-Syatibi, kitab Ushul Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan, kitab Al-Iqtidha Shiratal Mustaqim oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan lain-lain banyak sekali.

Beliau juga dalam kitabnya menjelaskan tentang pengertian sunnah menurut bahasa/lughah/etimologi artinya ath-trariqah atau as-sirah yang artinya jalan atau perjalanan. Sedangkan menurut istilah/terminologi, mempunyai dua arti: yang pertama, setiap perkataan dan perbuatan dan taqrir (persetujuan) nabi .  Yang kedua: sesuai dengan arti secara bahasa yaitu jalan atau perjalanan. Yang dimaksud ialah perjalanan Nabi di dalam mengamalkan dan menda’wahkan Islam yang meliputi aqidah, ibadah, mu’amalat dan akhlak dan seterusnya. Dan praktek atau perbuatan yang terjadi pada zaman beliau. Demikian juga apa yang telah disepakati oleh para Shahabat dan praktek atau perbuatan yang terjadi pada zaman mereka.

Lanjut penulis kitab ini, inilah Sunnah! Dan Sunnah dalam arti yang kedua ini menjadi lawan bagi bid’ah. Karena bid’ah adalah sesuatu keyakinan (i’tiqad) atau perbuatan yang sama sekali tidak ada asal usulnya dari Agama Islam yang mulia ini.

Jika tidak khawatir terlalu panjang, sebenarnya kami ingin menuliskan dari beliau juga jawaban mengapa kita wajib bermanhaj salaf ahlus sunnah wal jama’ah secara ilmu, amal dan dakwah.

ooOoo

Para pembaca yang budiman, ingatlah salah satu sifat buruk manusia ketika membenci sesuatu atau seseorang karena hawa nafsunya bukan di atas petunjuk wahyu dan petunjuk Rasulullah lihatlah bagaimana cara mereka bersikap. Ketika seseorang membenci sesuatu karena hawa nafsunya, apapun yang keluar dari lisan orang yang dibencinya walaupun kebenaran, pasti akan ditolak.

Cara dan gaya lama yang digunakan ketika tidak bisa membantah hujjah/dalil yang shahih, nyata dan sesuai dengan akal sehat adalah menghina lawan yang dibencinya, menjatuhkan kehormatan, menjatuhkan kepribadiannya, mencaci maki, hinaan, memberi gelar atau label-label yang buruk dan seterusnya. Mereka tidak berani menghujat, menghina, mencaci maki hujjah/dalil yang shahih dan benar secara terang-terangan tapi mereka akan menyerang dan menjatuhkan orang yang membawakan dalil dengan ucapan-ucapan hinaan, merendahkan, mencaci maki dan seterusnya karena hanya itu yang bisa mereka lakukan dengan harapan agar manusia lainnya juga bisa ikut dengan mereka dengan tidak mengambil ilmu dan mendengarkan nasehat dari orang yang dijatuhkan martabat, kehormatan dan kepribadiannya. 

Mereka akan mencari-cari terus kesalahan-kesalahan orang yang dibenci dan yang tidak sesuai dengan golongan dan kepercayaannya kemudian disebarkan luas agar semua manusia hanya mengikuti dirinya dan golongannya saja walaupun sebenarnya menyimpang. Padahal, tidaklah keluar dari sesuatu yang buruk kecuali keburukan juga. Mungkinkah seseorang yang memiliki hati, akhlak, iman dan agama yang baik, suka menjatuhkan martabat dan kehormatan saudaranya seiman sebebagai lawan bicaranya, lawan golongannya dan seterusnya karena kalah dalam berhujjah? Mungkinkah akan keluar dari lisan mereka kata-kata buruk, cacian, hinaan, merendahkan?! Kecuali memang oknum tersebut layak untuk direndahkan berdasarkan syari’at bukan berdasarkan hawa nafsu. Tapi nyatanya, cara yang paling mudah untuk mengelabui kaum muslimin yang awam adalah dengan menjatuhkan kehormatan dan martabat dari ulama-ulama dan para guru yang berjalan di atas manhaj yang benar dan lurus ketika penyimpangan mereka dibongkar.

Siapakah makhluk yang pertama kali merendahkan makhluk lain dan menganggap dirinya lebih baik? Iblis. Kenapa semua hal yang buruk kembalinya kepada Iblis???

Inilah langkah-langkah setan dalam menyesatkan manusia. Coba Anda perhatikan baik-baik orang yang membenci kebenaran, lawan dakwahnya dan seterusnya berdasarkan hawa nafsu, pasti akan mengikuti langkah-langkah setan ini. Buktikan saja sendiri jika tidak percaya. Pertama akan membantah dalil walaupun dalilnya sudah shahih dengan membelokkan arti dan berbagai macam cara dan alasan untuk menolak, lalu memfitnah orang yang membawakan dalil, mencaci maki, memusuhi, mengancam dan tambahkan sendiri langkah-langkah berikutnya. Mungkin kelak mereka akan membunuh juga saudaranya sesama muslim karena benci, marah dan dendam yang ada di dalam hatinya akibat dinasehati bahwa perbuatannya itu salah dan menyimpang tapi tidak terima karena merasa dirinya benar dan diatas kebenaran walaupun aslinya salah. Lihat saja Iblis yang salah tapi tidak mau mengaku salah akhirnya dendam kepada Adam karena menganggap Adam penyebab semua keburukan yang menimpanya padahal semua karena perbuatannya sendiri yang memang memiliki hati yang kotor. Wallahu A’lam

Perhatikan saja orang yang sedang marah, pasti dari lisannya akan muncul kata-kata kotor, cacian, umpatan, fitnah, namimah, adu domba dan sebagainya dan anggota tubuhnya bisa ikut bergerak seperti memukul, melempar, menendang bahkan hingga membunuh. Na’udzubillahi min dzalik.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab beliau, Madarijus Salikin mengatakan bahwa sumber penyakit hati dan deritanya ada dua macam yaitu ilmu yang rusak dan tujuan yang rusak. Dari dua sumber ini muncul dua penyakit lain yaitu kesesatan dan kemarahan. Kesesatan merupakan akibat dari ilmu yang rusak, sedangkan kemarahan merupakan akibat dari tujuan yang rusak. 

Beliau (Ibnu Qayyim Rahimahullah) juga berkata bahwa mengada-adakan sesuatu terhadap Allah lebih umum daripada syirik, dan syirik merupakan bagian dari perbuatan ini. Karena itu kedustaan terhadap Rasulullah menyeret pelakunya ke neraka. Semua dosa ahli bid’ah masuk dalam dosa jenis ini, dan taubat dirinya hanya bisa dilakukan dengan taubat dari segala bid’ah. Tapi bagaimana mungkin pelakunya mau taubat dari bid’ah, sementara dia tidak mau mengakui bahwa perbuatannya adalah bid’ah?

Camkan baik-baik ucapan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah di atas!!! Bagaimana mungkin mereka mau taubat dari bid'ah, sementara dia tidak mau mengakui bahwa perbuatannya adalah bid'ah??? Lagi-lagi inilah alasan mengapa Iblis sangat suka dengan jalan penyesatan lewat pintu bid'ah ini.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah juga mengatakan dalam kitab beliau, Al-Fawaid halaman 340, bahwa: “Setiap ulama yang mencintai dan lebih memprioritaskan dunia akan berdusta atas nama Allah ketika memberikan fatwa dan memutuskan hukum, juga ketika menyampaikan pemberitaan dan ketetapan. Sebab, sebagian besar hukum Allah itu berlawanan dengan keinginan manusia, khususnya dengan keinginan para pemimpin dan pemuja hawa nafsu. Mereka berdusta atas nama Allah, karena mereka tidak dapat meraih keinginan mereka kecuali dengan menyalahi – bahkan menolak – kebenaran.”

Beliau juga Ibnu Qayyaim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab yang sama halaman 342, berkata: “Sementara golongan sebelumnya, yakni para ulama yang mengikuti hawa nafsu, mereka pasti berbuat bid’ah dalam agama dan melakukan keburukan. Dengan demikian, kedua perbuatan ini terhimpun di dalam diri mereka (berbuat bid’ah dan melakukan keburukan). Ini terjadi karena mengikuti hawa nafsu sehingga membuat mata hati menjadi buta, sehingga tidak dapat membedakan mana yang sunnah dan mana yang bid’ah. Atau, hawa nafsu itu akan memutarbalikkan hakikat keduanya, hingga yang bid’ah dikatakan sunnah dan yang sunnah dikatakan bid’ah. Demikianlah bencana yang akan menimpa para ulama apabila mereka mengutamakan dunia serta menuruti nafsu jabatan dan syahwatnya."

Semoga Allah senantiasa melindungi kita dan kaum muslimin di manapun mereka berada dari bahaya tipu daya setan/Iblis dan menyelamatkan kita semua serta memberi kita hidayah agar dapat mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, memberikan hidayah agar kita dapat ikhlas beribadah dan mengikuti sunnah Rasulullah hingga akhir hayat.

Sebagai tambahan lagi, mungkin kita sering membaca dan mendengar kata ‘ibadah’ tapi belum mengerti betul apa itu ibadah yang sebenarnya. Mungkin dalam benak kita yang disebut ibadah itu hanya sebatas rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, haji dan puasa dan atau hanya sebatas ibadah-ibadah zhahir saja. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah yang merupakan guru dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab beliau Al-Ubudiyyah, menjelaskan pengertian ibadah ini dengan sangat bagus, lengkap, menyeluruh dan sempurna dalam menggambarkan makna kata ibadah. Beliau berkata: “Ibadah adalah satu nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah berupa perkataan dan perbuatan, baik yang batin maupun yang lahiriah.” Berkata Al-Muqrizi dalam kitabnya, Tajridut Tauhid Al-Mufid pada halaman 82 (setelah disusun ulang) terkait pengertian yang dibawakan oleh Syaikhul Islam: “Ketahuilah bahwa kaidah ibadah itu ada empat: a). Terealisasinya apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya. b). Mengamalkannya dengan hati. c). Mengamalkannya dengan lisan. d). Mengamalkannya dengan anggota badan. Dan hakikat penghambaan diri adalah seluruh nama yang mencakup empat tingkatan ini. Orang-orang yang melakukan ibadah dengan sebenar-benarnya maka mereka itulah para pemilik hakikat penghambaan diri."

Apakah bid’ah-bid’ah yang kalian ada-adakan dan lakukan itu merupakan ibadah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya? apa dan mana buktinya? Jangan-jangan itu semua hanya sekedar klaim saja. Betapa banyak orang yang mengaku cinta kepada Laila, tapi apakah Laila cinta kepadanya? Betapa banyak orang yang mengaku sebagai ahlus sunnah tapi aslinya sedang menginjak-injak sunnah, betapa banyak orang yang mengaku al-jama’ah tapi sebenarnya mereka sedang menghancurkan jama’ah dan persatuan kaum muslimin walaupun slogannya ‘demi persatuan’, 'di atas persatuan' dan seterusnya. Belajarlah kawan, mari kita sama-sama belajar, belajarlah kepada guru yang berada di atas jalan yang lurus dan berpegang kepada sunnah yang shahih dan mari kita berdoa agar diberi hidayah diatas jalan yang lurus dan berpegang kepada sunnah yang shahih hingga akhir hayat, agar kita ditunjukkan yang benar itu benar dan yang batil itu batil dan kita dapat mengikuti yang benar sehingga kita tidak mengikuti langkah-langkah setan dan termasuk ke dalam golongan dan tentara mereka.

Ingatlah bahwa setiap kaum itu ada pewarisnya, para nabi ada pewarisnya, Iblis ada pewarisnya, Fir'aun ada pewarisnya, orang-orang sesat ada pewarisnya, orang-orang munafikin juga ada pewarisnya, perbuatan kaum Nabi Luth juga ada pewarisnya dan seterusnya. Anda pewaris siapa???

Mengapa juga orang yang sesat, menyimpang, syirik, kafir, munafik, ahli bid'ah dan seterusnya akan selalu ada? Karena setiap keburukan pasti ada pembela-pembelanya, ada pejuangnya, ada penerusnya, ada pengikutnya, ditambah ada bantuan harta kekayaan dunia dan seterusnya. Makanya sulit taubat karena banyak pendukung, pengikut, ditambah diberi kekayaan oleh Allah untuk melancarkan semua perbuatan buruk tersebut, agar mereka semakin jauh dari Allah dan tersesat. Begitu juga dengan kebaikan dan kebenaran, pasti ada pembelanya, pejuangnya dan seterusnya hingga hari kiamat kelak karena Iblis juga hidup hingga hari kiamat. Adil kan Allah?

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab beliau, Miftah Daris Sa'adah halaman 415-422 Jilid 1 berkata: "Ilmu akan (mengetahui) sesuatu sebagai sebab kemaslahatan, kenikmatan dan kebahagiaan seorang hamba itu terkadang aplikasi yang sesuai dengan tuntutannya tidak bisa terwujud karena sejumlah sebab yaitu:

  1. Lemahnya ma'rifat (sisi pengetahuan yang mendalam) tentang sesuatu tersebut.

  2. Tidak mempunyai kelaikan atau kelayakan. Bisa jadi ma'rifat seseorang tentang sesuatu sudah sempurna, hanya saja ia bersyarat, yaitu tempatnya bersih dan memang bisa dibersihkan. Maka jika tempatnya tidak dibersihkan, berarti ia seperti halnya tanah keras yang tidak bisa bercampur dengan (menyerap) air. Tanah seperti ini tidak bisa ditumbuhi sebab tidak memiliki kelaikan dan tidak bisa menerima penyuburnya.

  3. Adanya penghalang, entah itu dengki atau sombong. Inilah sebab yang menghalangi Iblis untuk tunduk pada perintah. Ia adalah penyakit orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian, kecuali siapa yang dijaga Allah.

  4. Adanya penghalang atau syubhat berupa kepemimpinan serta kekuasaan. Ini penyakit orang yang memiliki kerajaan, kekuasaan dan kepemimpinan. Jarang ada yang selamat dari penyakit ini selain siapa yang dijaga Allah. Ini pula penyakit Fir'au beserta kaumnya.

  5. Ada penghalang berupa mengikuti syahwat dan harta. Inilah sebab yang menghalangi mayoritas Ahlul Kitab untuk beriman. Mereka khawatir kehilangan mata pencaharian dan harta benda yang biasa didapatkan.

  6. Cinta keluarga, kerabat dan juga kabilah. Menurut orang yang kena penyakit ini, jika dia mengikuti kebenaran dan menentang mereka, niscaya mereka mengusir dan mengeluarkan dia dari komunitas keluarganya.

  7. Cinta rumah dan cinta tanah air. Meskipun seseorang tak memiliki kabilah ataupun kerabat, terkadang dia beranggapan mengikuti Rasul sama saja dengan keluar meninggalkan rumah serta tanah air menuju ke negeri asing. Dengan konsekuensi tersebut, dia lebih memilih tanah air dan rumahnya dibandingkan agama-Nya.

  8. Ada yang membayangkan bahwa masuk Islam dan mengikuti Rasulullah berarti merendahkan, melecehkan dan mencela martabat ayah dan para leluhur.

  9. Ada seseorang yang dimusuhi mengikuti Rasul, lebih dahulu masuk ke dalam agama beliau dan menjadi dekat dengan beliau. Sebab ini menghalangi banyak orang untuk mengikuti petunjuk. (Mungkin ini juga menurut kami yang menjadi penyebab orang-orang yang menyimpang, sesat dan ahli bid'ah sulit rujuk kepada kebenaran karena ada musuhnya atau orang yang dibencinya berada di atas manhaj yang benar, kadang kebencian karena hawa nafsu inilah yang menyebabkan seseorang sulit dinasehati dan menerima kebenaran karena masalah pribadi dengan yang menasehati).

  10. Terdapat penghalang yang berupa sikap terbiasa, rutinitas dan faktor kampung halaman. Kebiasaan ini kadang menguat sehingga mengalahkan tabiat alamiah. Karenanya, ada yang menyatakan bahwa kebiasaan tak lain adalah tabiat kedua. Seseorang terbiasa dengan suatu ucapan sejak masih kecil, hati dan jiwanya juga terbiasa dengannya, seperti halnya daging dan tulangnya terbiasa dengan makanan tertentu. Imbasnya, orang seperti ini hanya memahami diri sesuai perkataan tersebut. Setelah itu dalam satu kesempatan, dia beroleh ilmu yang karenanya dia ingin menghilangkan dan mengeluarkan perkataan lama tersebut dari hatinya, lalu mengganti posisinya. Tetapi perkataan lama tadi sulit beralih dan hilang dari hatinya."

ooOoo


Referensi

Al-Qur'anul Karim dan Al-Hadits

Adham, Ibrahim Kamal. 2009. Kupas Tuntas Jin & Sihir. Jakarta: Darus Sunnah

Al-Asyqar, Umar Sulaiman. 2017. Rahasia Alam Malaikat, Jin dan Setan. Jakarta: Qisthi Press

As-Suyuthi, Imam. 2006. Jin. Jakarta: Darul Falah

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2017. Miftah Daris Sa’adah Kunci Kebahagian di Dunia dan Akherat Jilid 1. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i

____________________. 1998. Madarijus Salikin (Pendakian Munuju Allah) Penjabaran Kongkrit Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

____________________. 2012. Fawaidul Fawaid: Menyelami Samudra Hikmah dan Lautan Ilmu Menggapai Puncak Katajaman Batin Menuju Allah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i

Amri, Yasir dan Syahirul Alim Al-Adib. 2012. Sendiri Mengusir Gangguan Jin. Solo: Aqwam

Abdat, Abdul Hakim bin Amir. 2003. Alam Jin Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah (Bantahan terhadap buku: Dialog Dengan Jin Muslim). Jakarta: Darul Qolam.

________________________. 2017. Laukana Khairan Lasabaquuna Ilaihi: Kalau Sekiranya Perbuatan Itu Baik Tentulah Para Shahabat Telah Mendahului Kita mengamalkannya. Jakarta: Pustaka Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Arifuddin. 2015. Ruqyah Syar'iyyah Tanpa Kesurupan Seri 1. Malang: YBM

Amin, Abul-Mundhir Khalil ibn Ibrahim. 2005. The Jinn and Human Sickness Remedies in the Light of the Qur'an and Sunnah. Riyadh: Darussalam.

Bali, Wahid Abdussalam. 2014. Ruqyah: Jin, Sihir & Terapinya. Jakarta: Ummul Qura. 

 ______________. 2005. Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i

bin Najar, Nashir bin Ahmad. 2016. Mengatasi Sihir dan Kesurupan Sesuai Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Solo: Thibbia

Jauzi, Ibnul. 2014. Talbis Iblis. Jakarta: Darus Sunnah.

Philips, Abu Aminah Bilal. 2012. Ibn Taymiyah's Essay on The Jinn (Demons). IIPH

Taimiyyah, Syaikhul Islam Ibnu. 2017. Al-Ubudiyah Hakikat Penghambaan Diri. Jakarta: Griya Ilmu.



Komentar

Popular Posts

Download Buku Al-Arabiyah Baina Yadai Auladina (ABY untuk Anak-Anak)

Download Buku Al-Arabiyah Baina Yadaik (Cetakan Baru)

Mengenal Jenis-Jenis Sayuran

Download Buku Durusul Lughah Versi Bahasa Inggris Complete (Jilid 1-8)

Download Buku Belajar Bahasa Arab Untuk Anak-Anak (Arabic Talking Books Full Set) Plus Audio and Video

Sejarah Perkembangan Membran Sel

Download Buku Bacaan Berbahasa Arab Untuk Anak-Anak 1