Tingkatan Godaan dan Bujukan Setan Bagian 2
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
4. Tingkatan
keempat
Yaitu dosa-dosa kecil, jika telah menumpuk bisa
membinasakan pelakunya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad
Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya: “Jauhilah dosa-dosa
kecil. Karena perumpamaan orang-orang yang meremehkan dosa-dosa kecil laksana
suatu kaum yang turun pada lembah suatu bukit, yang satu datang membawa kayu
dan yang satu lagi membawa kayu yang lain, hingga mereka membawa kayu yang
dapat memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa kecil, jika dilakukan
terus-menerus oleh pelakunya, niscaya akan membinasakannya.” (HR. Ahmad:
11/329) Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata, sanadnya hasan.
Ad-Darimi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah
Radhiyallahu Anha bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda kepadanya yang artinya: “Wahai
Aisyah, janganlah kamu meremehkan amalan-amalan kebaikan, karena ada malaikat
yang siap mencatat amalan-amalan tersebut.” (HR. Ad-Darimi 2/303, Ibnu Majah
2/1417. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilatul Ahadits
Ash-Shahihah hal. 513.
Dalam kitab Az-Zuhd riwayat Ibnu Musa, dari Abu Ayyub
Al-Anshari Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Sesungguhnya ada seseorang yang
melakukan suatu amal kebaikan, lalu merasa yakin dengan perbuatannya dan
melupakan dosa-dosa kecil. Sehingga ia berjumpa dengan Allah (wafat), padahal
ia telah dikuasai oleh dosa-dosa kecil. Dan ada seseorang yang melakukan suatu
kejahatan, tetapi ia sangat takut dan tersiksa karenanya, sehingga ia berjumpa
dengan Allah dalam keadaan selamat dan aman.”
Ibnu Qayyim mengatakan, “Apabila setan tidak berhasil
pula menjerumuskan manusia pada tingkatan ini, ia beralih lagi pada tingkatan
berikutnya."
5. Tingkatan
kelima
Setan berusaha menyibukkan manusia dengan
perkara-perkara mubah yang tidak ada unsur pahala dan dosa di sana. Tetapi
resikonya, ia akan kehilangan pahala selama ia sibuk melakukan perkara yang
mubah ini. Saya katakan (Syaikh Wahid Abdussalam Bali), “Perkara-perkara yang mubah ini seperti banyak tidur,
banyak makan dan minum, pakaian mewah, begadang yang tidak ada gunanya dan
lainnya.”
Ibnu Qayyim melanjutkan, “Apabila setan tidak berhasil
menjerumuskan seorang hamba dengan cara ini – karena orang ini senantiasa
memelihara waktunya dan sangat pelit untuk menyia-nyiakannya dalam kesia-siaan
serta memahami betul nilai setiap desah nafas, dan apa yang akan didapatkannya
dari kenikmatan dan azab – ia akan beralih pada tingkatan selanjutnya."
6. Tingkatan
keenam
Menyibukkan manusia dengan sesuatu yang kurang
prioritas dengan meninggalkan yang diprioritaskan. Setan akan menyuruh manusia
untuk melakukan kebaikan yang tidak masuk dalam skala prioritasnya.
Ia senantiasa menganjurkan dan memperindahnya bagi
orang tersebut. Jika orang itu semakin tertarik kepadanya, lambat laun ia akan
meninggalkan sesuatu yang lebih baik dan lebih luhur. Sedikit sekali orang yang
memperhatikan masalah ini.
Seringkali seseorang melihat ada penyeru yang kuat dan
motivator yang baik kepada suatu amal ketaatan tertentu. Orang tersebut menjadi
tidak ragu lagi bahwa tindakan itu merupakan ketaatan dan sarana mendekatkan
diri kepada Allah. Ia hampir tidak pernah berpikir bahwa si penyeru itu adalah
setan, karena ia menganggap bahwa setan tidak pernah menyeru kepada kebaikan.
Dia mengira ini adalah kebaikan, dan mengatakan bahwa si
penyeru tersebut membawa perintah Allah. Ia tidak menyadari kalau setan juga
menyeru menusia kepada tujuh puluh pintu kebaikan.
Di samping bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada
satu pintu kejelekan, bisa juga agar ia tidak mengerjakan kebaikan yang utama
dan agung daripada tujuh puluh kebaikan yang diserukan itu.
Hal ini tidak bisa dideteksi kecuali dengan dibantu
cahaya Allah yang dipancarkan-Nya dalam hati seorang hamba. Sedangkan syarat
datangnya cahaya ke dalam hati adalah dengan mengikuti sunnah Rasullah ﷺ secara murni, dan memprioritaskan
amalan-amalan yang paling dicintai dan ridhai Allah serta yang paling
bermanfaat bagi para hamba.
Hal ini tidak akan bisa dipahami kecuali oleh para
pewaris nabi (ulama), dan wakil-wakil serta para penerus beliau di
tengah-tengah ummat. Kebanyakan manusia tidak mengerti hal ini. Mereka tidak
bisa mendeteksinya dengan hatinya. Sedangkan Allah akan mengaruniakan
keutamaan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Apabila tidak mampu juga menggoda seorang hamba dengan
cara ini, setan akan menyeru para pengikutnya dari kalangan jin dan manusia
untuk melakukan berbagai kezaliman, ajakan kepada kekafiran, dan penyesatan
terhadap orang seperti ini. Setan juga akan memerangi pemikirannya agar orang
lain tidak mengambil manfaat darinya. Akhirnya, usahanya dalam menyeru para
pembuat kebatilan dari kalangan setan jin dan manusia untuk menggoda hamba
tersebut tidak akan pernah kendor dan berhenti.
Fenomena ini sangat jelas terlihat di tengah-tengah
masyarakat kita. Ketika seorang hamba komitmen terhadap agamanya, memegang
teguh sunnah dan petunjuk nabi Muhammad ﷺ dan berjalan sesuai dengan ajaran beliau,
niscaya ia akan menghadapi berbagai hambatan, penghinaan, cemoohan,
penganiayaan dan siksaan, baik dari kaum kerabat, orang lain, kawan seiring,
maupun musuh. Ia tidak mempunyai tempat mengadu kecuali hanya kepada Allah.
ooOoo
Catatan tambahan untuk pembahasan pada tulisan sebelumnya tentang bid’ah. Mengapa
bid’ah itu oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah Rahimahullah diletakkan urutannya pada nomer dua setelah
kekafiran dan kesyirikan dan suatu perbuatan yang paling disukai oleh Iblis.
Kenapa? Karena pelakunya sulit untuk bertaubat. Mengapa? Karena pelakunya
merasa sedang melakukan sebuah kebaikan, melakukan ibadah yang baik (dalam
pandangan mereka).
Orang yang merasa sedang melakukan
kebaikan, ketika dinasehati kira-kira akan sadar, bertaubat dan merasa bersalah
tidak? Ya tidak mungkin mau bertaubat karena merasa yang dilakukan itu adalah
hal yang baik dan benar. Beda dengan pelaku dosa besar yang diletakkan pada
urutan berikutnya (nomer tiga) oleh Ibnu Qayyim. Orang yang melakukan dosa
besar misal berzina, minum minuman keras, membunuh dan seterusnya paling tidak
di hatinya pasti masih ada rasa sesal dan merasa bersalah walaupun mungkin
kadarnya sedikit. Karena mereka merasa telah melakukan perbuatan buruk dan
salah, maka kemungkinan besar untuk diajak bertaubat dan menyadari kesalahannya
itu lebih besar.
Sedangkan para pelaku bid’ah merasa
sedang beribadah dan melakukan kebaikan seperti halnya juga fitnah yang menimpa
kaum muslimin dengan melakukan pembunuhan, pengeboman, pemberontakan kepada
pemimpin muslim dan lain-lain atas nama agama dan meyakini bahwa perbuatan
buruk tersebut adalah hal benar dan merasa sedang melakukan sebuah ibadah besar
dan merasa sedang melakukan hal yang baik (menurut pemikiran mereka sendiri).
Perbuatan dosa besar yang dicampur dengan pemahaman yang salah ya beginilah
akhirnya. Mati sangit dikatakan sebagai mati syahid dan seterusnya. Padahal
banyak sekali dalil shahih yang dilanggar dalam perbuatan ini dan yang
dirugikan juga adalah kaum muslimin yang tidak bersalah dan yang berjalan di
jalan yang lurus dan ajaran Islam yang lurus ikut-ikutan terseret jadi buruk
bahkan Rasulullah jadi bahan hinaan dan pelecehan, akibat dari segelintir oknum
yang pemahamannya salah dan menyimpang tapi merasa di atas kebenaran. Tapi
bukan di sini tempat untuk menjelaskan semuanya. Ini hanya salah satu contoh
bagaimana setan menipu manusia dengan menanamkan pemikiran yang salah tapi
dianggap baik oleh pelakunya.
Ucapan andalan pelaku bid’ah adalah
ini kan baik, niat kami kan baik, kami melakukan ini dengan ikhlas. Apa jeleknya
shalat, apa buruknya baca al-qur’an, apa jeleknya dzikir dan seterusnya.
Makanya mereka sulit bertaubat dan Iblis senang dengan hal ini. Karena mereka
merasa sedang beribadah dan merasa sedang mengerjakan kebaikan.
Perhatikan lagi penjelasan Ibnul
Jauzi dalam kitab Talbis Iblis halaman 5 terkait bid’ah.
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu
Anha, ia berkata, “Rasulullah ﷺ
bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam
urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada perintah di dalamnya (asalnya),
maka hal itu ditolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Kami (penulis artikel ini) mengatakan bahwa dalam hadits di atas jelas dinyatakan
oleh Rasulullah dengan kalimat ‘dalam urusan kami’ maksudnya yaitu dalam urusan
agama karena Rasulullah adalah utusan Allah yang membawa risalah dan menjelaskan
tentang agama ini bukan menjelaskan tentang urusan duniawi seperti dalam hal alat, sarana dan
prasarana seperti pembuatan mobil, pesawat, microphon, laptop, hp dan
sejenisnya yang belum ada di zaman dahulu.
Diriwiyatkan dari Anas bin Malik,
dari Rasulullah ﷺ,
bahwa beliau bersabda (yang artinya) “Barangsiapa yang tidak suka sunnahku maka
dia bukan dari golonganku.” (HR. Al-Bukhari 11/4 dan Muslim no. 1401).
Kami juga menambahkan hadits-hadits
lainnya terkait perkara ini.
Dalam hadits riwayat muslim no. 1718,
Rasulullah ﷺ
bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami,
maka amalan tersebut tertolak.”
Untuk mengetahui hadits-hadits yang
serupa tentang bid'ah, baca saja di sini.
Masih menurut Ibnul Jauzi, diriwayatkan dari Abdurrahman bin Amr
As-Sulami dari Hujr bin Hujr, keduanya berkata, “Kami mendatangi Al-Irbadh bin
Sariyah. Ia adalah salah satu dari orang-orang yang dimaksud dalam firman Allah
Ta’ala, “Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang datang kepada kepadamu
(Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata,
“Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu….(QS. At-Taubah: 92) lalu kami
mengucapkan salam kepadanya dan berkata, “Kami datang untuk berkunjung dan pulang
membawa pelajaran berharga.” Maka Irbadh berkata, “Suatu hari Rasulullah ﷺ shalat subuh bersama kami. Kemudian beliau
menghadap kepada kami. Lalu memberikan nasihat yang meneteskan air mata dan
menggetarkan hati. Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya ini nasihat
orang yang berpamitan. Apa yang engkau wasiatkan kepada kami?” Beliau bersabda,
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, untuk mendengar dan
taat kepada pemimpin meskipun seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa
di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan
yang banyak. Maka pegang teguhlah sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka
itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan
gigi geraham kalian. Hindarilah hal-hal baru (dalam agama), karena setiap hal
baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Hadits shahih
dan telah ditakhrij oleh Syaikh Ali hasan Al-Halabi dalam kitab Ittiba’ As-Sunnah wa Ijtinab
Al-Bida’ (nomor 2)).
Diriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri,
dia berkata, “Bid’ah itu lebih disenangi oleh Iblis daripada kemaksiatan,
karena pelaku kemaksiatan bisa diajak bertaubat, sementara pelaku bid’ah tidak
bisa diajak bertaubat.” (Ditakhrij oleh Ibnu Al-Ja’d dalam Musnadnya nomor
1885).
Ibnul Jauzi berkata, bahwa sebagian kabar-kabar ini ada yang diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang memuliakan pelaku bid’ah berarti ia turut serta dalam menghancurkan Islam.” (Hadits Hasan menurut Syaikh Ali Hasan Al-Halabi).
Coba Anda pikirkan dengan akal sehat yang jernih. Mungkinkah sesuatu yang sudah sempurna butuh penambahan lagi? Sesuatu yang sudah sempurna akan menjadi buruk jika ditambahin ataupun dikurangin.
Dan sifat manusia itu dalam beragama kebanyakan jika tidak meremehkan sehingga mengurangi maka akan bersikap berlebihan atau menambah-nambahi sehingga menjadi ekstrim. Sangat jarang ada manusia yang mau bersikap pertengahan yaitu antara sikap berlebihan dan meremehkan.
Manusia yang
suka menambah-nambahi sesuatu biasanya karena menganggap sesuatu itu masih kurang
dan belum sempurna baik dia sadari maupun tidak, baik dia mengakui ataupun
tidak perbuatan tersebut karena sesuatu yang telah sempurna sejatinya tidak
butuh kepada penambahan ataupun pengurangan karena semua sudah pas dari segala
sisi. Masakan kata sempurna juga kita sulit memahaminya???! Bukankah Allah
sendiri yang berfirman bahwa agama ini telah sempurna?! Tapi memang, jika
seseorang telah disesatkan biar dinasehati bahkan diberi bukti nyata pun bahkan
akal sehat pun bisa menerima tapi pasti tidak akan pernah mau menerima
kebenaran makanya Iblis suka dengan jalan penyesatan dari pintu ini. Iblis sukses
membuat Anda memandang indah perbuatan ini...👍
Dalam muqaddimah kitab beliau Lau
Kaana Khairan Lasabaguuna Ilihi (Kalau Sekiranya Perbuatan Itu Baik Tentulah
Para Shahabat Telah Mendahului Kita Mengamalkannya), Ustadz Abdul Hakim bin
Amir Abdat membawakan sebuah hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i terkait ucapan
Rasulullah setiap berkhutbah. Nabi ﷺ berkata: “Amma ba’du.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad ﷺ.
Dan sejelek-jelek urusan adalah yang muhdats, dan setiap yang muhdats adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di
neraka.”
Beliau menjelaskan pengertian dalam
hadits diatas yang dimaksud petunjuk Muhammad ﷺ adalah Sunnah beliau ﷺ. Kata Al-Umur (urusan)
berbentuk jama’ dari al-amr yang saya (Ustadz Abdul Hakim/penulis kitab)
terjemahkan dengan urusan atau perkara. Yang dimaksud ialah urusan agama, bukan
urusan keduniaan, karena bid’ah itu terbatas hanya pada urusan-urusan agama. Kata
muhdats artinya yang baru. Yakni sesuaatu yang baru dari urusan-urusan agama
yang sama sekali tidak ada sunnahnya. Bid’ah artinya menurut lughah/bahasa
ialah “sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya.” Sedangkan menurut
syara’ (agama) bid’ah itu artinya ialah “sesuatu yang baru, yang diada-adakan
atau diciptakan oleh manusia di dalam urusan agama kemudian dijadikan sebagai
satu cara atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.” Ringkasnya bid’ah
itu ialah segala sesuatu yang menyalahi sunnah. Maka setiap yang dianggap ibadah
yang menyalahi sunnah atau tidak ada sunnahnya maka itulah bid’ah. Karena bid’ah
itu adalah lawan dari sunnah nabi ﷺ. Barangsiapa yang ingin
mengetahui lebih dalam lagi masalah bid’ah ini bacalah kitab Al-I’tisham oleh
Imam Asy-Syatibi, kitab Ushul Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan, kitab Al-Iqtidha
Shiratal Mustaqim oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan lain-lain banyak
sekali.
Beliau juga dalam kitabnya menjelaskan tentang
pengertian sunnah menurut bahasa/lughah/etimologi artinya ath-trariqah atau
as-sirah yang artinya jalan atau perjalanan. Sedangkan menurut istilah/terminologi,
mempunyai dua arti: yang pertama, setiap perkataan dan perbuatan dan taqrir
(persetujuan) nabi ﷺ. Yang kedua: sesuai
dengan arti secara bahasa yaitu jalan atau perjalanan. Yang dimaksud ialah
perjalanan Nabi di dalam mengamalkan dan menda’wahkan Islam yang meliputi
aqidah, ibadah, mu’amalat dan akhlak dan seterusnya. Dan praktek atau perbuatan
yang terjadi pada zaman beliau. Demikian juga apa yang telah disepakati oleh
para Shahabat dan praktek atau perbuatan yang terjadi pada zaman mereka.
Lanjut penulis kitab ini, inilah Sunnah! Dan Sunnah
dalam arti yang kedua ini menjadi lawan bagi bid’ah. Karena bid’ah adalah
sesuatu keyakinan (i’tiqad) atau perbuatan yang sama sekali tidak ada asal
usulnya dari Agama Islam yang mulia ini.
Jika tidak khawatir terlalu panjang, sebenarnya kami
ingin menuliskan dari beliau juga jawaban mengapa kita wajib bermanhaj salaf ahlus
sunnah wal jama’ah secara ilmu, amal dan dakwah.
ooOoo
Para pembaca yang budiman, ingatlah salah satu sifat
buruk manusia ketika membenci sesuatu atau seseorang karena hawa nafsunya bukan
di atas petunjuk wahyu dan petunjuk Rasulullah ﷺ lihatlah bagaimana cara
mereka bersikap. Ketika seseorang membenci sesuatu karena hawa nafsunya, apapun
yang keluar dari lisan orang yang dibencinya walaupun kebenaran, pasti akan
ditolak.
Cara dan gaya lama yang digunakan ketika tidak bisa
membantah hujjah/dalil yang shahih, nyata dan sesuai dengan akal sehat adalah
menghina lawan yang dibencinya, menjatuhkan kehormatan, menjatuhkan kepribadiannya,
mencaci maki, hinaan, memberi gelar atau label-label yang buruk dan seterusnya.
Mereka tidak berani menghujat, menghina, mencaci maki hujjah/dalil yang shahih
dan benar secara terang-terangan tapi mereka akan menyerang dan menjatuhkan
orang yang membawakan dalil dengan ucapan-ucapan hinaan, merendahkan, mencaci
maki dan seterusnya karena hanya itu yang bisa mereka lakukan dengan harapan
agar manusia lainnya juga bisa ikut dengan mereka dengan tidak mengambil ilmu
dan mendengarkan nasehat dari orang yang dijatuhkan martabat, kehormatan dan kepribadiannya.
Mereka akan mencari-cari terus kesalahan-kesalahan
orang yang dibenci dan yang tidak sesuai dengan golongan dan kepercayaannya
kemudian disebarkan luas agar semua manusia hanya mengikuti dirinya dan
golongannya saja walaupun sebenarnya menyimpang. Padahal, tidaklah keluar dari
sesuatu yang buruk kecuali keburukan juga. Mungkinkah seseorang yang memiliki
hati, akhlak, iman dan agama yang baik, suka menjatuhkan martabat dan
kehormatan saudaranya seiman sebebagai lawan bicaranya, lawan golongannya dan seterusnya karena kalah dalam
berhujjah? Mungkinkah akan keluar dari lisan mereka kata-kata buruk, cacian,
hinaan, merendahkan?! Kecuali memang oknum tersebut layak untuk direndahkan
berdasarkan syari’at bukan berdasarkan hawa nafsu. Tapi nyatanya, cara yang paling mudah untuk mengelabui kaum muslimin yang awam adalah dengan menjatuhkan kehormatan dan martabat dari ulama-ulama dan para guru yang berjalan di atas manhaj yang benar dan lurus ketika penyimpangan mereka dibongkar.
Siapakah makhluk yang pertama kali merendahkan makhluk
lain dan menganggap dirinya lebih baik? Iblis. Kenapa semua hal yang buruk
kembalinya kepada Iblis???
Inilah langkah-langkah setan dalam menyesatkan
manusia. Coba Anda perhatikan baik-baik orang yang membenci kebenaran, lawan
dakwahnya dan seterusnya berdasarkan hawa nafsu, pasti akan mengikuti
langkah-langkah setan ini. Buktikan saja sendiri jika tidak percaya. Pertama akan
membantah dalil walaupun dalilnya sudah shahih dengan membelokkan arti dan berbagai macam cara dan alasan untuk menolak, lalu memfitnah orang yang membawakan dalil,
mencaci maki, memusuhi, mengancam dan tambahkan sendiri langkah-langkah
berikutnya. Mungkin kelak mereka akan membunuh juga saudaranya sesama muslim
karena benci, marah dan dendam yang ada di dalam hatinya akibat dinasehati
bahwa perbuatannya itu salah dan menyimpang tapi tidak terima karena merasa dirinya
benar dan diatas kebenaran walaupun aslinya salah. Lihat saja Iblis yang salah
tapi tidak mau mengaku salah akhirnya dendam kepada Adam karena menganggap Adam
penyebab semua keburukan yang menimpanya padahal semua karena perbuatannya
sendiri yang memang memiliki hati yang kotor. Wallahu A’lam
Perhatikan saja orang yang sedang marah, pasti dari
lisannya akan muncul kata-kata kotor, cacian, umpatan, fitnah, namimah, adu domba
dan sebagainya dan anggota tubuhnya bisa ikut bergerak seperti memukul,
melempar, menendang bahkan hingga membunuh. Na’udzubillahi min dzalik.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab beliau, Madarijus Salikin mengatakan bahwa sumber penyakit hati dan deritanya ada dua macam yaitu ilmu yang rusak dan tujuan yang rusak. Dari dua sumber ini muncul dua penyakit lain yaitu kesesatan dan kemarahan. Kesesatan merupakan akibat dari ilmu yang rusak, sedangkan kemarahan merupakan akibat dari tujuan yang rusak.
Beliau (Ibnu Qayyim Rahimahullah) juga
berkata bahwa mengada-adakan sesuatu terhadap Allah lebih umum daripada syirik,
dan syirik merupakan bagian dari perbuatan ini. Karena itu kedustaan terhadap
Rasulullah menyeret pelakunya ke neraka. Semua dosa ahli bid’ah masuk dalam
dosa jenis ini, dan taubat dirinya hanya bisa dilakukan dengan taubat dari
segala bid’ah. Tapi bagaimana mungkin pelakunya mau taubat dari bid’ah,
sementara dia tidak mau mengakui bahwa perbuatannya adalah bid’ah?
Camkan baik-baik ucapan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah di atas!!! Bagaimana mungkin mereka mau taubat dari bid'ah, sementara dia tidak mau mengakui bahwa perbuatannya adalah bid'ah??? Lagi-lagi inilah alasan mengapa Iblis sangat suka dengan jalan penyesatan lewat pintu bid'ah ini.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah juga mengatakan
dalam kitab beliau, Al-Fawaid halaman 340, bahwa: “Setiap ulama yang mencintai
dan lebih memprioritaskan dunia akan berdusta atas nama Allah ketika memberikan
fatwa dan memutuskan hukum, juga ketika menyampaikan pemberitaan dan ketetapan.
Sebab, sebagian besar hukum Allah itu berlawanan dengan keinginan manusia,
khususnya dengan keinginan para pemimpin dan pemuja hawa nafsu. Mereka berdusta
atas nama Allah, karena mereka tidak dapat meraih keinginan mereka kecuali
dengan menyalahi – bahkan menolak – kebenaran.”
Beliau juga Ibnu Qayyaim Al-Jauziyah Rahimahullah
dalam kitab yang sama halaman 342, berkata: “Sementara golongan sebelumnya,
yakni para ulama yang mengikuti hawa nafsu, mereka pasti berbuat bid’ah dalam
agama dan melakukan keburukan. Dengan demikian, kedua perbuatan ini terhimpun
di dalam diri mereka (berbuat bid’ah dan melakukan keburukan). Ini terjadi karena
mengikuti hawa nafsu sehingga membuat mata hati menjadi buta, sehingga tidak
dapat membedakan mana yang sunnah dan mana yang bid’ah. Atau, hawa nafsu itu
akan memutarbalikkan hakikat keduanya, hingga yang bid’ah dikatakan sunnah dan
yang sunnah dikatakan bid’ah. Demikianlah bencana yang akan menimpa para ulama
apabila mereka mengutamakan dunia serta menuruti nafsu jabatan dan syahwatnya."
Semoga Allah senantiasa melindungi kita dan kaum
muslimin di manapun mereka berada dari bahaya tipu daya setan/Iblis dan menyelamatkan
kita semua serta memberi kita hidayah agar dapat mengerjakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya, memberikan hidayah agar kita dapat ikhlas beribadah dan
mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ hingga akhir hayat.
Sebagai tambahan lagi, mungkin kita sering membaca dan mendengar kata ‘ibadah’ tapi belum mengerti betul apa itu ibadah yang sebenarnya. Mungkin dalam benak kita yang disebut ibadah itu hanya sebatas rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, haji dan puasa dan atau hanya sebatas ibadah-ibadah zhahir saja.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah
yang merupakan guru dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab beliau Al-Ubudiyyah, menjelaskan pengertian ibadah ini dengan sangat bagus, lengkap,
menyeluruh dan sempurna dalam menggambarkan makna kata ibadah. Beliau berkata: “Ibadah
adalah satu nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh
Allah berupa perkataan dan perbuatan, baik yang batin maupun yang lahiriah.” Berkata
Al-Muqrizi dalam kitabnya, Tajridut Tauhid Al-Mufid pada halaman 82 (setelah
disusun ulang) terkait pengertian yang dibawakan oleh Syaikhul Islam: “Ketahuilah
bahwa kaidah ibadah itu ada empat: a). Terealisasinya apa yang dicintai dan
diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya. b). Mengamalkannya dengan hati. c). Mengamalkannya dengan lisan. d). Mengamalkannya dengan anggota badan. Dan hakikat
penghambaan diri adalah seluruh nama yang mencakup empat tingkatan ini. Orang-orang
yang melakukan ibadah dengan sebenar-benarnya maka mereka itulah para pemilik
hakikat penghambaan diri."
Apakah bid’ah-bid’ah yang kalian ada-adakan dan
lakukan itu merupakan ibadah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya? apa dan mana buktinya?
Jangan-jangan itu semua hanya sekedar klaim saja. Betapa banyak orang yang mengaku
cinta kepada Laila, tapi apakah Laila cinta kepadanya? Betapa banyak orang yang
mengaku sebagai ahlus sunnah tapi aslinya sedang menginjak-injak sunnah, betapa
banyak orang yang mengaku al-jama’ah tapi sebenarnya mereka sedang
menghancurkan jama’ah dan persatuan kaum muslimin walaupun slogannya ‘demi
persatuan’, 'di atas persatuan' dan seterusnya. Belajarlah kawan, mari kita sama-sama belajar, belajarlah kepada
guru yang berada di atas jalan yang lurus dan berpegang kepada sunnah yang shahih
dan mari kita berdoa agar diberi hidayah diatas jalan yang lurus dan berpegang
kepada sunnah yang shahih hingga akhir hayat, agar kita ditunjukkan yang benar
itu benar dan yang batil itu batil dan kita dapat mengikuti yang benar sehingga
kita tidak mengikuti langkah-langkah setan dan termasuk ke dalam golongan dan
tentara mereka.
Ingatlah bahwa setiap kaum itu ada pewarisnya, para nabi ada pewarisnya, Iblis ada pewarisnya, Fir'aun ada pewarisnya, orang-orang sesat ada pewarisnya, orang-orang munafikin juga ada pewarisnya, perbuatan kaum Nabi Luth juga ada pewarisnya dan seterusnya. Anda pewaris siapa???
Mengapa
juga orang yang sesat, menyimpang, syirik, kafir, munafik, ahli bid'ah dan
seterusnya akan selalu ada? Karena setiap keburukan pasti ada
pembela-pembelanya, ada pejuangnya, ada penerusnya, ada pengikutnya, ditambah
ada bantuan harta kekayaan dunia dan seterusnya. Makanya sulit taubat karena
banyak pendukung, pengikut, ditambah diberi kekayaan oleh Allah untuk
melancarkan semua perbuatan buruk tersebut, agar mereka semakin jauh dari Allah
dan tersesat. Begitu juga dengan kebaikan dan kebenaran, pasti ada pembelanya,
pejuangnya dan seterusnya hingga hari kiamat kelak karena Iblis juga hidup
hingga hari kiamat. Adil kan Allah?
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab beliau, Miftah Daris Sa'adah halaman 415-422 Jilid 1 berkata: "Ilmu akan (mengetahui) sesuatu sebagai sebab kemaslahatan, kenikmatan dan kebahagiaan seorang hamba itu terkadang aplikasi yang sesuai dengan tuntutannya tidak bisa terwujud karena sejumlah sebab yaitu:
- Lemahnya ma'rifat (sisi pengetahuan yang mendalam) tentang sesuatu tersebut.
- Tidak mempunyai kelaikan atau kelayakan. Bisa jadi ma'rifat seseorang tentang sesuatu sudah sempurna, hanya saja ia bersyarat, yaitu tempatnya bersih dan memang bisa dibersihkan. Maka jika tempatnya tidak dibersihkan, berarti ia seperti halnya tanah keras yang tidak bisa bercampur dengan (menyerap) air. Tanah seperti ini tidak bisa ditumbuhi sebab tidak memiliki kelaikan dan tidak bisa menerima penyuburnya.
- Adanya penghalang, entah itu dengki atau sombong. Inilah sebab yang menghalangi Iblis untuk tunduk pada perintah. Ia adalah penyakit orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian, kecuali siapa yang dijaga Allah.
- Adanya penghalang atau syubhat berupa kepemimpinan serta kekuasaan. Ini penyakit orang yang memiliki kerajaan, kekuasaan dan kepemimpinan. Jarang ada yang selamat dari penyakit ini selain siapa yang dijaga Allah. Ini pula penyakit Fir'au beserta kaumnya.
- Ada penghalang berupa mengikuti syahwat dan harta. Inilah sebab yang menghalangi mayoritas Ahlul Kitab untuk beriman. Mereka khawatir kehilangan mata pencaharian dan harta benda yang biasa didapatkan.
- Cinta keluarga, kerabat dan juga kabilah. Menurut orang yang kena penyakit ini, jika dia mengikuti kebenaran dan menentang mereka, niscaya mereka mengusir dan mengeluarkan dia dari komunitas keluarganya.
- Cinta rumah dan cinta tanah air. Meskipun seseorang tak memiliki kabilah ataupun kerabat, terkadang dia beranggapan mengikuti Rasul sama saja dengan keluar meninggalkan rumah serta tanah air menuju ke negeri asing. Dengan konsekuensi tersebut, dia lebih memilih tanah air dan rumahnya dibandingkan agama-Nya.
- Ada yang membayangkan bahwa masuk Islam dan mengikuti Rasulullah berarti merendahkan, melecehkan dan mencela martabat ayah dan para leluhur.
- Ada seseorang yang dimusuhi mengikuti Rasul, lebih dahulu masuk ke dalam agama beliau dan menjadi dekat dengan beliau. Sebab ini menghalangi banyak orang untuk mengikuti petunjuk. (Mungkin ini juga menurut kami yang menjadi penyebab orang-orang yang menyimpang, sesat dan ahli bid'ah sulit rujuk kepada kebenaran karena ada musuhnya atau orang yang dibencinya berada di atas manhaj yang benar, kadang kebencian karena hawa nafsu inilah yang menyebabkan seseorang sulit dinasehati dan menerima kebenaran karena masalah pribadi dengan yang menasehati).
- Terdapat penghalang yang berupa sikap terbiasa, rutinitas dan faktor kampung halaman. Kebiasaan ini kadang menguat sehingga mengalahkan tabiat alamiah. Karenanya, ada yang menyatakan bahwa kebiasaan tak lain adalah tabiat kedua. Seseorang terbiasa dengan suatu ucapan sejak masih kecil, hati dan jiwanya juga terbiasa dengannya, seperti halnya daging dan tulangnya terbiasa dengan makanan tertentu. Imbasnya, orang seperti ini hanya memahami diri sesuai perkataan tersebut. Setelah itu dalam satu kesempatan, dia beroleh ilmu yang karenanya dia ingin menghilangkan dan mengeluarkan perkataan lama tersebut dari hatinya, lalu mengganti posisinya. Tetapi perkataan lama tadi sulit beralih dan hilang dari hatinya."
Referensi
Al-Qur'anul Karim dan Al-Hadits
Adham, Ibrahim Kamal. 2009. Kupas Tuntas Jin
& Sihir. Jakarta: Darus Sunnah
Al-Asyqar, Umar Sulaiman. 2017. Rahasia Alam
Malaikat, Jin dan Setan. Jakarta: Qisthi Press
As-Suyuthi, Imam. 2006. Jin. Jakarta: Darul
Falah
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2017. Miftah Daris Sa’adah
Kunci Kebahagian di Dunia dan Akherat Jilid 1. Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i
____________________. 1998. Madarijus Salikin (Pendakian
Munuju Allah) Penjabaran Kongkrit Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
____________________. 2012. Fawaidul Fawaid:
Menyelami Samudra Hikmah dan Lautan Ilmu Menggapai Puncak Katajaman Batin
Menuju Allah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i
Amri, Yasir dan Syahirul Alim Al-Adib. 2012. Sendiri
Mengusir Gangguan Jin. Solo: Aqwam
Abdat, Abdul Hakim bin Amir. 2003. Alam Jin
Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah (Bantahan terhadap buku: Dialog Dengan Jin
Muslim). Jakarta: Darul Qolam.
________________________.
2017. Laukana Khairan Lasabaquuna Ilaihi: Kalau Sekiranya Perbuatan Itu Baik
Tentulah Para Shahabat Telah Mendahului Kita mengamalkannya. Jakarta:
Pustaka Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Arifuddin.
2015. Ruqyah Syar'iyyah Tanpa Kesurupan Seri 1. Malang: YBM
Amin,
Abul-Mundhir Khalil ibn Ibrahim. 2005. The Jinn and Human Sickness
Remedies in the Light of the Qur'an and Sunnah. Riyadh: Darussalam.
Bali, Wahid
Abdussalam. 2014. Ruqyah: Jin, Sihir & Terapinya. Jakarta:
Ummul Qura.
______________.
2005. Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut
Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i
bin Najar,
Nashir bin Ahmad. 2016. Mengatasi Sihir dan Kesurupan Sesuai Tuntunan
Al-Qur'an dan As-Sunnah. Solo: Thibbia
Jauzi,
Ibnul. 2014. Talbis Iblis. Jakarta: Darus Sunnah.
Philips, Abu Aminah Bilal. 2012. Ibn Taymiyah's Essay on The Jinn (Demons). IIPH
Taimiyyah,
Syaikhul Islam Ibnu. 2017. Al-Ubudiyah Hakikat Penghambaan Diri.
Jakarta: Griya Ilmu.
Komentar
Posting Komentar